Senibudayabetawi.com – Telah lama bir pletok dikenal sebagai pengganti minuman bir, yang berkhasiat sebagai penghangat badan. Tak serupa bir pletok maupun bir pada umumnya, Betawi juga memiliki minuman khas yang memiliki khasiat serupa, yakni kopi jahe Betawi.
Sama halnya dengan bir pletok, minuman kopi jahe ternyata sudah ada sejak tempo dulu. Minuman ini merupakan salah satu kuliner Betawi yang telah ada sejak abad ke-18. Melansir dari laman Kemendikbud, saat itu banyak pedagang berkumpul membawa rempah-rempah dengan menggunakan perahu dan rakit menyusuri Kali Cisadane. Adapun lokasi sandar transportasi sungai yaitu Pelabuhan di tepi Kali Angke.
Sejak dahulu, masyarakat di sekitar Kali Angke menjunjung tinggi nilai-nilai agama yang kuat. Mereka juga memiliki tradisi keislaman yang kental, mulai dari khitanan, pernikahan, hingga perayaan hari besar, seperti Maulidan, Mikrajan dan Khatam Al-Quran. Salah satu minuman yang tak pernah luput disajikan yaitu kopi jahe.
Dibandingkan dengan jenis minuman lain, status kopi jahe waktu itu tergolong istimewa karena hanya hadir saat perayaan acara-acara besar tertentu. Masyarakat Betawi biasa menyebut sajian minuman ini dengan nama Zanzabil, sedangkan kata ”kopi” disebut dengan nama Gahwa. Perbedaan penamaan ini disebabkan kebiasaan minum kopi yang awalnya berasal dari bangsa Arab dan barat (Portugis) didominasi oleh rasa pahit.
Minuman Betawi
Kemudian, masyarakat Betawi mencampurkan berbagai macam rempah-rempah sehingga minuman kopi tersebut lebih dikenal dengan nama Kopi Jahe. Bagi Warga Betawi keturunan Arab Pekojan, minuman ini biasa disajikan untuk melengkapi hidangan nasi kebuli.
Selain sebagai pelengkap sajian, kopi jahe juga kerap disajikan pada acara atau kegiatan yang dilakukan pada malam hari. Adapun maksud dari penyajian kegiatan malam ini tak lain yakni mengarah pada kandungan rempah rempah dalam racikan minuman ini yang untuk menghangatkan badan.
Untuk rempah-rempah yang digunakan didalamnya yaitu jahe merah, cengkih, kapulaga, kayumanis, dan daun pandan. Dalam proses penyajian, menurut Cucu Sulaicha dalam Subakti (2019), kopi jahe biasanya dicampur dengan susu kental manis dan gula pasir (opsional).
Sementara waktu penyajian kopi jahe Betawi yang paling tepat adalah sore dan malam hari. Melalui sajian minuman ini pula tersirat makna rekatnya kebersamaan dan keterbukaan dalam masyarakat Betawi untuk menjalin silaturahmi bersama.
Ramadani Wahyu