Senibudayabetawi.com – Sebagai kota metropolitan sekaligus pusat pemerintahan, peran ulama Betawi di Jakarta menyimpan jejak sejarahnya sendiri. Selain itu berjuang secara fisik dalam perlawanannya melawan kolonial, mereka juga sangat produktif menyiarkan agama dan melahirkan karya intelektual. Karya mereka memiliki posisi krusial sebagai bukti dalam mencerdaskan kehidupan umat tempo dulu.
Berbagai karya ulama Betawi diantaranya akidah, akhlak, fikih, hadist, tasawuf dan sejarah. Melansir Khazanah Intelektual Ulama Betawi Abad ke-19 dan ke-20 M, sebanyak 160 karya ulama Betawi terkumpul dan didominasi oleh bidang fiqih, yakni sebanyak 41 karya. Kecenderungan para ulama memilih bidang fikih dalam menulis karyanya menunjukkan adanya perubahan wawasan dan orientasi di kalangan pesantren atau lembaga pendidikan keagamaan.
Perubahan wawasan dan orientasi ini didasari oleh adanya kesadaran tentang kebutuhan masyarakat terhadap ajaran agama yang bersifat praktis. Inilah kenapa fikih memegang dominasi pemikiran intelektual ulama Betawi dalam jangka waktu yang panjang.
Selain itu, perkembangan agama Islam tempo dulu turut mendorong pembakuan hukum Islam untuk mengatur masyarakat. Pembakuan ini terjadi pada abad ke-2 Hijriah. Karena hubungannya erat dengan kekuasaan, maka pengetahuan tentang hukum Islam mampu menaikkan status sosial politik yang lebih tinggi. Tak ayal jika semakin deras pula arus orang yang menginginkan keadilan dalam bidang hukum ini.
Faktor lainnya yang menyebabkan fikih menjadi kajian yang paling dominan, yakni fikih dalam tradisi Islam memiliki cakupan yang paling luas. Itu artinya, lebih dari sekadar hukum biasa, tetapi juga membahas persoalan ekonomi, sosial, politik, hingga kemiliteran.
Di sisi lain, hal ini menjadikan kajian-kajian selain fikih semakin terpinggirkan. Misalnya, kajian sejarah, filsafat, hingga perbandingan madzab. Terlebih kecenderungan pesantren yang hanya menetapkan kajian fikihnya pada kitab tertentu sehingga secara tidak langsung mendasari corak pemikiran di pesantren yang mempersempit pemahaman atas elastisitas hukum Islam.
Ramadani Wahyu