Raden Saleh

Trending Film ‘Mencuri Raden Saleh’, Inilah Jejak Pelukis Pesohor Raden Saleh di Betawi

Senibudayabetawi.com – Trending film ‘Mencuri Raden Saleh‘ yang saat ini masih tayang di bioskop di seluruh Nusantara. Siapa sangka, pelukis kesohor ini tak sekadar mampu mengekspresikan karyanya dalam bentuk lukisan, tapi ia dikenal arsitek ulung. Jejak riwayat hidupnya terpampang nyata di Betawi

Kemahirannya di bidang arsitektur terbukti dari sebuah rumah yang berusia lebih dari satu abad. Rumah Sakit Cikini Jakarta Pusat yang saat ini dikelola oleh Dewan Gereja Indonesia (DGI) merupakan bukti otentik peninggalan pelukis kesohor ini.

Melansir dari laman Kemendikbud, rumah yang dibangun dan dirancangnya sendiri ini telah bertahun-tahun menjadi kediamannya. Pada tahun 1852 Raden Saleh merancang sendiri rumahnya dan menghuni hingga tahun 1862. Hal ini dinyatakan dalam naskah yang ditulis oleh beberapa tokoh serta iklan koran pada masa itu. 

Count Ludovic de Beauvoir (penjelajah Perancis) menyebutkan dalam jurnalnya pada tahun 1866 pada saat mengunjungi rumah ini bahwa rumah ini didesain Raden Saleh sendiri dan dicat warna merah jambu.

Karya’Penangkapan Diponegoro’

Melansir Saudagar Baghdad dari Betawi (2004), setelah kembali ke Batavia, Raden Saleh tidak masuk dinas penguasa kolonial Belanda. Beberapa karya terbaiknya menjadi koleksi seni Istana Kepresiden, yang dikagumi Bung Karno. Adapun karyanya yang menonjol adalah lukisan ‘Penangkapan Diponegoro’ yang diselesaikannya tahun 1859. Raden Saleh menampakkan Pangeran Diponegoro sebagai pemenang bermoral, berjalan ke tahanan dengan mata menantang, tidak gentar menghadapi para serdadu Belanda yang menawannya. 

Diponegoro, Pangeran dari Kesultanan Yogyakarta ini ditipu secara licik oleh Belanda, ditipu dengan kedok mengajak berunding. Ia kemudian dipenjara dan dibuang serta meninggal dalam pengasingan di Makassar. Sebelumnya ia pernah ‘dipenjara’ di Stadhuis atau Balaikota kolonial Belanda yang kini menjadi Gedung Museum Sejarah Jakarta. 

Setelah beberapa tahun ditinggali rumah besar itu dilengkapi dengan mushala. Kediaman Raden Saleh ini dibeli Sayid Abdullah Bin Alwi Alatas melalui pelelangan. Sayid Abdullah sendiri merupakan sahabat karib Rd Saleh. Setelah tinggal beberapa lama, kemudian Sayid Abdullah menjualnya kepada Koningen Emma Ziekenhuis (Yayasan Ratu Belanda Emma). Karena yayasan ini berhasrat untuk menjadikannyha sebagai rumah sakit. 

Pada tahun 1862-1867 bangunan dimiliki oleh Constantia N. Winkelhagen. Tahun 1867-1897 Eks Rumah Raden Saleh dan lahan yang nantinya menjadi Kompleks Rumah Sakit Cikini dijual kepada Sayid Abdullah bin Alwi Alatas. Pada tauhun 1897 hingga sekarang dimiliki oleh Koningin Emma Stichting yang kemudian berubah nama menjadi Yayasan Kesehatan Cikini hingga sekarang.

Riwayat Penanganan

Bangunan Cagar Budaya Eks Rumah Raden Saleh pernah dipugar beberapa kali yakni pada tahun 1970-an pada masa Gubernur Ali Sadikin berupa penggantian plesteran (1 meter dari lantai dasar) dari bahan kapur menjadi plester semen dan pengecatan. Pada tahun 1990-an pernah dilakukan perbaikan atap yakni penggantian penutup atap (dari genteng tanah liat menjadi genteng metal), serta menghilangkan parapet (kemungkinan karena bocor) dan menyambung atap utama dengan teritisan.

Mengetahui rumah besar ini akan diperuntukkan bagi rumah sakit, Abdullah memotong harga penjualannya dari 100 ribu gulden menjadi 50 ribu gulden. Sambil menegaskan bahwa masjid yang ada di RS Cikini bukan bagian yang dijual dan harus tetap dipertahankan. 

Kala itu, bila ada keluarga Abdullah Alatas yang sakit akan mendapatkan perawatan setengah harga bila berobat ke rumah sakit ini. Dulu, Jl Cidurian nama jalan di kawasan Cikini bernama Alataslaan karena banyak keluarga Alatas tinggal. Setelah revolusi 1945, yayasan ini menghibahkan rumah sakit tersebut kepada DGI. Sementara masjid dipindahkan dan digusur ke pinggir kali. 

Penggusuran itu pernah menimbulkan sengketa yang baru diselesaikan masa gubernur DKI Jakarta, Wiyogo Atmodarminto. Abdullah bin Alwi Alatas mewarisi sebuah rumah nyentrik lainnya yang dibangun oleh seorang Prancis kaya raya pada abad ke-19. Rumah itu bergaya Islami dan sekarang menjadi Museum Tekstil di Jl K Satsuit Tubun (Jl Jatipetamburan) No 4, Jakarta Pusat. Waktu itu rumah besar tersebut dilengkapi dua rumah yang berada di kiri-kanannya, masing-masing di Jl Satsuit Tubun No 2 dan No 6. 

Ramadani Wahyu

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.