Senibudayabetawi.com – Gambus yang lekat dengan irama musik padang pasir pernah berjaya di Batavia, tepatnya sekitar 1940. Bagi masyarakat Betawi, kehadiran musik ini tak pernah tertinggal mengiringi berbagai hiburan masyarakat, seperti pesta, acara khitanan hingga kegiatan keagamaan. Tumbuh kembang musik gambus di tanah Betawi tak lepas dari imigran Hadramaut pada awal abad ke-19.
Begitulah disampaikan oleh Alwi Shahab dalam Saudagar Baghdad dari Betawi, (2004). Para imigran ini ke Nusantara seiring mulai beroperasinya kapal uap menggantikan kapal layar. Pemerintah kolonial waktu itu menempatkan imigran dari Hadramaut ini di perkampungan khusus yang kemudian dikenal Kampung Arab. Beberapa wilayah yang dikenal Kampung Arab itu antara lain Pekojan dan Krukut di Jakarta, Empang di Bogor, Kauman di Solo, Semarang, dan Pekalongan, serta Ampel di Surabaya.
Sikap Terbuka Masyarakat Betawi
Karena sama-sama beragama Islam, mereka tak membutuhkan waktu lama untuk diterima penduduk setempat. Terutama mereka juga kerap mengawini perempuan pribumi setempat. Alhasil, proses akulturasi secara cepat terjadi. Sembari bersenang-senang merayakan pesta perkawinan, mereka memainkan alat musik irama padang pasir. Dari sini pula, gambus tak lepas mengiringi pesta-pesta perkawinan.
Musik gambus menjadi musik paling bergengsi, setidaknya hingga menjelang tahun 1950. Bahkan, Radio Republik Indonesia (RRI), sampai membuat siaran tetap musik gambus. Adapun musisi alat musik ini paling populer yaitu Syech Albar, kelahiran Surabaya 1908 yang juga ayah penyanyi rock Ahmad Albar. Pada 1935 rayuannya telah direkam dalam piringan hitam ‘His Master’s Voice’. Suara dan petikan gambusnya bukan saja digemari di Indonesia, tapi juga di Timur Tengah.
Jalan yang dirintis Syech Albar ini menginspirasi tumbuhnya orkes-orkes gambus di Indonesia, utamanya banyak pemuda keturunan Arab.Bukan hanya di Jakarta,tapi juga di Surabaya, Makassar, Palembang, Banjarmasin, dan Gorontalo. Pemainnya juga bukan hanya didominasi keturunan Arab, tapi juga penduduk setempat.
Seperti di Kampung Arab, Pekojan, Jakarta Barat, pada 1947, Husein Aidid, seorang seniman muda bersama para pemuda Pekojan mendirikan OG (Orkes Gambus) AlUsysyaag, yang dipimpinnya sendiri. Kemunculan OG ini tanpa diduga mendapat sambutan baik dari masyarakat Jakarta.