Senibudayabetawi.com – Sunat atau khitan merupakan salah satu tradisi ribuan tahun lalu. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi peralatan canggih turut memudahkan proses khitanan. Namun, hal itu bukan berarti menghilangkan tradisi sunat tradisional, yakni sunat Bengkong Betawi.
Bagi masyarakat Betawi, sunat tak sekadar upacara memotong ujung kelamin anak lelaki. Namun, menurut ajaran agama Islam, juga membuktikan lelaki memasuki akil balig. Itu artinya, sudah wajib melaksanakan salat lima waktu. Orang Betawi biasa menyebutnya, anak baru belajar atau latihan membiasakan taat beribadah.
Dalam tradisi Betawi, sunat diartikan sebagai proses pembeda. Maksudnya, seorang anak lelaki yang sudah sunat berarti sudah memasuki dunia akil balig. Karena sudah akil balig, maka dia dituntut atau seharusnya sudah mampu membedakan antara dunia anak-anak dan dunia dewasa.
Rembuk Sunat
Menariknya, terdapat tradisi yang khas dari proses khitan ini, yakni rembuk sunat. Zaman dulu, jika seorang anak lelaki yang akan disunat, bapak atau ibunya akan berembuk atau memusyawarahkan pelaksanaan upacara sunat. Dalam rembukan, biasanya selalu diajak orang tua atau sesepuh kampung yang nasihatnya akan dijadikan bahan pertimbangan. Dalam rembukan yang dibicarakan antara lain, kesiapan anak untuk disunat, dan tempat di mana dia mau disunat. Selain itu, perlu dipastikan pula apakah anak ingin diarak di kampung atau tidak.
Hal yang tak kalah penting yaitu menentukan bengkong atau dukun sunat yang dipanggil untuk mengkhitan. Setiap bengkong dikenal memiliki kekhasannya tersendiri. Jika tangan bengkong memang jodoh maka si anak yang disunat akan cepat sembuh. Akan tetapi, kalau tangan bengkong termasuk dalam kategori “panas”, luka sunat akan lama sembuh, bisa 10-20 hari.
Biasanya bengkong yang sudah senior (pengalaman dan doa-doanya) akan lebih diutamakan. Bengkong yang baik itu mempunyai ajian atau doa-doa mustajab yang dapat menghipnotis si anak agar tidak terasa takut, tidak merasa sakit, dan tidak terlalu banyak mengeluarkan darah sesudah disunat. Zaman dahulu, dokter masih sangat jarang dan hanya ada di kota, sedangkan di kampung-kampung hanya ada bengkong atau dukun sunat.
Prosesi
Sebelum hari H ( hari pelaksanaan) biasanya anak dirias dengan rias dan pakaian kebesaran sunat, dijadikan pengantin sunat. Pagi-pagi si anak atau pengantin sunat mulai diarak keliling kampung. Tujuannya untuk memberi hiburan atau memberi kegembiraan serta semangat kepada si anal bahwa besok dia sunat. Adapun untuk pelengkapnya yaitu jubah, gamis, selempang, alpie, dan alas kaki.
Tak hanya pakaian, tuan rumah juga harus menyiapkan berbagai perlengkapan lain seperti pembaca salawat dustur, grup rebana ketimpring, kuda hias, beberapa buah delman, serta grup ondel-ondel atau tanjidor.
Pelaksanaan sunat dibagi dua, yaitu hari pertama dan hari pelalsanaan sunat. Hari pertama disebut juga hari membujuk dan menghibur si pengantin sunat. Sedudah si pengantin sunat dirias dengan pakaian pengantin sunat, di depan pintu rumah dibacakan selawat dustur. Sesudah itu diarak dengan rebana ketimpring dan selawat badar menuju kuda. Kuda ini pun dirias dengan bunga-bunga dan bermacam buah-buahan.