Senibudayabetawi.com – Popularitas minuman khas Betawi, es selendang mayang sudah tak perlu diragukan lagi. Perpaduan rasanya yang manis, gurih dan menyegarkan membuat candu tersendiri. Terlebih jika dicicipi di tengah terik matahari. Minuman tradisional Betawi itu bernama selendang mayang.
Kendati tak banyak ditemukan, minuman ini masih bisa dijumpai di tepi-tepi jalan hingga agenda acara tentang tradisi dan budaya. Biasanya penjual es selendang mayang berjualan dengan cara dipikul. Meski sekilas terlihat kuno, tapi minuman tradisional Betawi ini tak kalah menggoda dibanding minuman zaman sekarang.
Selendang mayang kerap kali hadir dalam berbagai acara atau momen masyarakat Betawi. Misalnya, saat Lebaran Betawi tiba maka minuman ini tak pernah absen dihidangkan di meja.
Penampakan es selendang mayang sangat menggoda, seperti puding warna warni diikuti dengan manisnya sirup dan gurihnya kuah santan. Ditambah lagi dengan es batu sehingga menghasilkan perpaduan yang mantap.
Ditemui senibudayabetawi.com, Abdul menyatakan sejak tahun 1998 ia mulai menjajakan es selendang mayang di sekitaran Kota Tua. Menurutnya, lokasi ini sangat strategis karena para pengunjung memang ingin menikmati seni budaya Betawi, termasuk kulinernya.
Latar belakang ia berjualan selendang mayang tak sekadar demi mencukupi kebutuhan, tapi untuk melestarikan kuliner Betawi yang sudah banyak dilupakan itu. “Terlebih saat ini banyak minuman kekinian yang lebih menarik, tentu mengancam keberlanjutan kuliner tradisional seperti es selendang mayang ini,” ujar dia kepada senibudayabetawi.com baru-baru ini.
Ia mengungkap, seporsi es selendang mayang hanya bernilai Rp 5000 saja. Meski terlihat murah, tapi minuman asli Betawi ini tak murahan. Ini karena es selendang mayang memiliki nilai filosofis yang tinggi. Hal ini dikarenakan minuman ini tak lepas dari latar sejarah yang ada.
Sejarah Selendang Mayang
Nama dari kudapan legendaris ini tak lepas dari cerita rakyat si Jampang Mayang Sari. Budayawan Betawi, Yahya Andi Saputra menyebut, nama mayang dimaknai dengan sesuatu yang indah dan cantik.
Khusus untuk nama selendang mayang sendiri berasal dari gabungan kata ‘selendang’ dan ‘mayang’. Selendang mengacu pada karena setiap lapisan pudingnya memiliki warna merah, hijau dan putih seperti selendang penari. Sementara mayang mengacu karena memiliki makna yang kenyal dan manis.
Pengolahan selendang mayang ternyata sudah ada diperkirakan tahun 1940-an dan dari nenek moyang kita.
Dilansir dari laman Warisan Budaya TakBenda Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), warna-warna tersebut merupakan warna khas dari masyarakat Betawi— dari beragam warna kebudayaan Negara lain.
Misalnya warna merah yang berhubungan dengan Tiongkok, warna kuning yang merupakan warna khas Melayu, dan hijau yang kerap diidentifikasi Arab.
Selain digunakan sebagai sajian pesta pernikahan, selendang mayang juga biasa dijadikan menu takjil dan sajian santai yang melambangkan kehangatan dan kemeriahan.
Ramadani Wahyu