Senibudayabetawi.com – Orang Tugu yang tinggal di Kampung Tugu disebut-sebut sebagai keturunan bangsa Portugis. Tempo dulu, orang Tugu hanya berjumlah 500 orang, dan menyimpan jejak sejarah panjang.
Nama Tugu berasal dari situs ditemukannya prasasti konikal bertuliskan huruf Sansekerta yang diduga prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara pada abad kelima. Versi lain menyebut, kata Tugu berasal dari bahasa Portugis untuk por Tugu ese yang memiliki arti orang Portugis. Konon, wilayah ini merupakan sebuah area hutan rawa yang cukup luas membentang sampai ke Teluk Jakarta.
Saat ini orang Tugu telah menyebar, meski sebagian besar terkonsentrasi di dua kecamatan yaitu Kecamatan Koja dan Kecamatan Cilincing. Orang Tugu yang tinggal di Kecamatan Koja, lebih banyak tinggal di Kelurahan Tugu Utara dan Kelurahan Tugu Selatan. Sementara di Kecamatan Cilincing, orang Tugu terkonsentrasi di Kelurahan Semper Timur dan Kelurahan Semper Barat.
Kedatangan Orang Tugu
Kedatangan orang Tugu di Jakarta tidak dapat dilepaskan dari sejarah kedatangan orang Portugis di Nusantara. Sejarah mencatat awal kedatangan orang Portugis dimulai pada tahun 1510-1511, saat Alfonso de Albuquerque menaklukkan Goa (1510) dan Malaka (1511).
Sementara di tempat lain yaitu Sunda Kelapa, kedatangan Orang Portugis diinisiasi oleh Tome Pires (1513), dalam perjalanan mencari rempah-rempah antara Malaka dan Maluku. Sejak kedatangan Belanda pada tahun 1959, kekuatan Portugis di Nusantara yang awalnya berkembang melalui kegiatan perdagangan rempah rempah dan penyebaran agama Katolik, semakin melemah.
Orang-orang Portugis yang ditaklukkan Belanda di Malaka kemudian dibawa ke Batavia untuk dijadikan tawanan perang. Mereka inilah yang di kemudian hari menjadi nenek moyang Orang Tugu saat ini. Sebenarnya para tawanan Portugis ini tidak murni keturunan Portugis, sebab di Malaka mereka telah menjadi etnis campuran, antara orang Portugis dengan orang-orang Coromandel, Benggali, Maluku, dan Goa-India3 .
Adapun di Batavia, tawanan perang Portugis dari Malaka ini diperlakukan sebagaimana layaknya seorang budak dan pekerja. Status sosial mereka lebih rendah dari orang Belanda dan orang-orang Eropa lainnya. Selain itu status mereka sebagai tawanan, dan fenotip pada tubuh mereka menunjukkan ciri-ciri kulit lebih gelap, sehingga mereka lebih dikenal dengan sebutan Portugis Hitam, yang berbeda dari Portugis asli yang belum mengalami perkawinan campur.