Senibudayabetawi.com – Betawi merupakan sebuah etnik dengan jumlah penduduk yang mendominasi Jakarta. Kendati demikian, Betawi dalam pusaran budaya dan karakteristiknya tumbuh secara beragam. Orang Betawi yang ada jauh sebelum Jan Pieterzoon Coen membakar Jayakarta pada tahun 1619 hingga mendirikan sebuah kota bernama Batavia.
Artinya, jauh sebelum menjadi Ibu Kota Negara, sekelompok orang telah mendiami kota Jakarta. Bahkan, menurut sejarahwan Sagiman MD, penduduk Betawi telah mendiami Jakarta sekitar sejak zaman batu baru atau Neoliticum, yaitu 1500 SM.
Tumbuh dari masa ke masa, masyarakat Betawi terus menerus berkembang dengan menunjukkan ciri-ciri budanya yang khas sehingga memiliki identitas sendiri. Betawi dalam Pusaran Budaya dan Karakteristiknya merupakan etnis yang kaya akan keragaman budaya, bahasa, dan kultur.
Warna-warni keragaman budaya ini menumbuhkan beragam tafsiran, persepsi hingga pemahaman terkait Betawi. Mulai dari penduduk asli hingga budaya. Tak jarang ada yang berpendapat pula bahwa penduduk Betawi bersifat majemuk. Itu artinya, mereka berasal dari percampuran darah berbagai suku bangsa dan bangsa asing
Betawi dalam Budaya dan Geografis
Berdasarkan ciri kebudayaan, etnik Betawi dibagi mejadi dua, yaitu Betawi Tengah (Betawi Kota) dan Betawi Pinggiran atau saat masa pemerintahan Hindia Belanda disebut Betawi Ora.
Kendati demikian, berdasarkan geografis, etnik Betawi dibagi menjadi Betawi Tengah (Kota), Betawi Pesisir, dan Betawi Pinggir (Udik/Ora).
Betawi Tengah atau Kota merupakan penduduk yang tinggal di bagian kota Jakarta atau tempo dulu dinamakan keresidenan Batavia (Jakarta Pusat – urban). Wilayah ini mendapat pengaruh kuat kebudayaan Melayu (Islam). Ini terlihat dari gaya hidup dan budayanya, mulai dari perayaan upacara perkawinan, khitanan, tradisi lebaran, dan memegang teguh agama serta adat istiadat (mengaji).
Orang Betawi yang tinggal di Jakarta Pusat juga mengalami tingkat arus urbanisasi dan modernisasi dalam skala paling tinggi. Selain itu, mereka juga mengalami tingkat
kawin campuran paling tinggi. Dalam bidang kesenian, mereka menikmati keroncong Tugu, musik Gambus, Qasidah, orkes Rebana. Pun menggemari cerita bernafaskan Islam seperti cerita Seribu Satu Malam.
Menariknya, mereka juga memiliki dialek yang disebut dialek Betawi Kota, bervokal akhiran ‘e’ pada beberapa kata yang dalam bahasa Indonesia berupa ‘a’ atau ‘ah’, misalnya: ‘kenapa’ menjadi ‘kenape’.
Selanjutnya yaitu Betawi Pinggiran atau Betawi Udik atau Ora. Kelompok ini terdiri atas dua yakni kelompok dari bagian Utara dan Barat Jakarta serta Tangerang, yang dipengaruhi oleh kebudayaan Cina. Sementara kelompok dari bagian Timur dan Selatan Jakarta, Bekasi, dan Bogor, yang dipengaruhi oleh kebudayaan dan adat istiadat Sunda.
Umumnya, Betawi Pinggiran berasal dari ekonomi kelas bawah, bertumpu pada bidang pertanian, dan bertaraf pendidikan rendah. Pada perkembangannya, masyarakat Betawi Pinggiran mengalami perubahan pola pekerjaan dan pendidikan yang lebih baik.
Dalam bidang kesenian, yang dihasilkan adalah Gambang Kromong, Lenong, Wayang Topeng, dan lainnya. Mereka menyenangi cerita seperti Sam Kok dan Tiga Negeri (pengaruh Tionghoa). Dialek Betawi Pinggiran tidak terdapat perubahan vokal a menjadi e, misalnya: “kenapa” menjadi “ngapa”.