Senibudayabetawi.com – Jawara sangat lekat dalam budaya tradadisi masyarakat Betawi. Bahkan, karena kemampuan dan jasa-jasanya selama perjuangan, banyak jawara-jawara Betawi yang kerap disebut sebagai pahlawan jawara dari Betawi.
Ya, selama ini kita mungkin hanya mengenal Si Pitung, jawara yang berasal dari Rawa Belong, jagoan dari Betawi. Padahal banyak sekali jawara-jawara Betawi yang juga menjadi pahlawan membela bangsa. Mau tahu siapa saja jawara Betawi yang turut melawan penjajah? Berikut dirangkum oleh senibudayabetawi.com.
1.Sabeni
Lahir sekitar tahun 1860 di Kebon Pala, Tanah Abang, popularitas Sabeni naik semenjak mampu mengalahkan jawara dari Kemayoran berjuluk Macan Kemayoran. Putra dari pasangan Channam dan Piyah ini juga banyak terlibat dalam berbagai pertarungan lain, seperti di Princen Park.
Sabeni mampu mengalahkan jago Kuntau dari Cina yang sengaja didatangkan pejabat Belanda bernama Tuan Danu. Masalahnya, para kolonial ini tak menyukai kegiatan Sabeni dalam melatih maen pukulan para pemuda Betawi.
Tak hanya itu, Sabeni yang saat itu berusia lebih dari 83 tahun berahasil mengalahkan jago-jago beladiri Yudo dan Karate yang sengaja didatangkan para penjajah Jepang untuk bertarung dengan Sabeni di Kebon Sirih Park (sekarang Gedung DKI) pada tahun 1943.
Menariknya, tak hanya pemerintah kolonial Belanda yang berhasil dibuat kerepotan karena ulah Sabeni ini, tapi juga pemerintah Jepang saat menduduki Batavia. Hingga usia 84 tahun, Sabeni masih mengajar maen pukulan di hampir keseluruh penjuru Jakarta hingga wafat pada Jumat tanggal 15 Agustus 1945 di usia 85 tahun.
Sampai saat ini aliran Sabeni dilestarikan oleh anak dan keturunan dari Sabeni dan berpusat di daerah Tanah Abang. Salah satunya yaitu adalah Bapak M. Ali Sabeni yang merupakan anak ke-7 dari Sabeni. M. ali Sabeni juga yang memperjuangkan supaya nama Sabeni diabadikan sebagai salah satu nama jalan di Tanah Abang, Jakarta Pusat.
2.Haji Darip
Haji Darip merupakan putra asli Betawi kelahiran tahun 1886 di Kampung Jatinegara Kaum. Ia adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Haji Kurdin dan Haji Nyai.
Kendati hanya menempuh pendidikan nonformal belajar ngaji di kampung, pelajaran membaca dan menulis huruf latin justru diperolehnya saat di penjara dan belajar dari temannya.
Tahun 1914-1919 ia dikirim orang tuanya untuk belajar agama Islam di Mekah. Selanjutnya, ia menikah dengan gadis pilihan orang tuanya dan dikaruniai seorang anak. Saat anaknya berumur 2 tahun, isterinya meninggal dan tahun 1937 Haji Darip menikah lagi dengan Hajjah Amidah dan dikaruniai 11 orang putera dan puteri.
Menurut legenda, Haji Darip memiliki jimat yang membuatnya kebal peluru dan tahan bacok. Haji Darip juga dianugerahi ‘aji pengasihan’ yang dapat dengan mudah menaklukan penjahat untuk dijadikan anak buah. Tak hanya itu, ia juga pemilik ilmu maen pukulan yang lihai. Bagi warga Betawi dia disebut sebagai jawara sekaligus pahlawan perjuangan
Versi lain menyebut, Haji Darip dan gerombolannya mirip kisah Robin Hood. Mereka kerap kali suka menjarah kompeni, dan kaum bangsawan congkak. Tentu saja hasil jarahan gerombolan Haji Darip akan dibagikan ke warga pribumi Betawi. Daerah kekuasaan H. Darip, dimulai dari Bekasi, Pulogadung, Klender sampai ke Jatinegara. Sepak terjang Haji Darip membuatnya sering dijebloskan ke penjara oleh kompeni.
Haji Darip meninggal 13 Juni 1981. Untuk mengenang jasanya, nama Haji Darip dijadikan nama jalan di daerah Klender menuju Bekasi. Daerah kekuasaan Haji Darip dahulu.
3.Murtado
Murtado lahir di Kemayoran pada 1869 dan meninggal tepat saat ulang tahun kemerdekaan ke-14 di Kebon Sirih, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Di kawasan Kemayoran menjadi kawasan ‘hitam’. Ini tak lain karena kerap kali terjadi tindak kejahatan yang pelakunya adalah para preman yang dibayar kompeni Belanda. Para preman ini juga ditugasi kompeni untuk menarik pajak yang ‘mencekik leher’ dari warga pribumi.
Murtado yang jago silat, tak tinggal diam kampungnya ‘diobrak-abrik’ bak superhero di kawasan Kemayoran. Ia berhasil mengalahkan preman suruhan kompeni yang terkenal sakti, Bek Lihun. Sejak itu, Murtado dinobatkan sebagai macan kemayoran, yang namanya juga dijadikan julukan klub sepakbola Jakarta (Persija). Itulah nama-nama pahlawan jawara di Betawi.