Kebaya Encim Betawi

Kebaya Encim Betawi Terpengaruh dari Budaya Peranakan Tionghoa

Senibudayabetawi.com – Indonesia memiliki keragaman jenis kebaya dari berbagai daerah. Kebaya-kebaya ini hadir dengan berbagai ciri khasnya, mulai dari kebaya kartini, kebaya kutubaru, kebaya Bali, hingga kebaya Bandung dan kebaya encim Betawi

Kebaya  encim  merupakan  salah satu busana khas yang menjadi ikon DKI Jakarta. Kebaya  ini merupakan hasil akulturasi  dengan  budaya  peranakan  Tionghoa. Gaya khas dari kebaya encim Betawi ini terlihat dari potongan  sonday  (meruncing)  serta  penggunaan  bordir pada bagian bukaan dan pergelangan tangan.

Pada awalnya,  kebaya  encim  sedianya  dikenal  dengan  sebutan  kebaya nyonya. Julukan ini kali pertama dipopulerkan oleh kalangan masyarakat Tionghoa Peranakan. Antropolog Diyah  Wara mengungkapkan, kata encim berasal dari Bahasa Hokkian yang berarti ‘bibi’.

“Kebaya Encim” mengacu kepada jenis kebaya yang dipakai oleh para Peranakan Tionghoa, khususnya di Indonesia. Istilah “Kebaya Encim”  digunakan secara  umum  oleh  orang  non

– Tionghoa  untuk menamakan jenis kebaya yang dipakai oleh perempuan Peranakan Tionghoa.

Tak ayal jika muasal penyebutan “kebaya encim Betawi” karena memiliki kemiripan model dengan

kebaya  yang  dipakai  perempuaan  Peranakan  Tionghoa.  Mereka  menamakan kebaya ini mengacu jenis sulamannya, yaitu kebaya kerancang dan kebaya

bordir. Konon, perempuan peranakan Tionghoa  kini telah jarang sekali  memakai  kebaya  jenis  ini.

Berbeda halnya dengan kebaya encim masih tetap eksis dan kerap dikenakan oleh masyarakat Betawi dalam berbagai acara resmi. Meski demikian, kebaya encium juga tersebar di berbagai daerah lain seperti Singapura   dan   Malaysia.

Bermula dari Baju Kurung

Jauh sebelum para nyonya mengenakan kebaya encim, mereka terlebih dahulu mengenakan baju kurung. Jenis pakaian ini dikenakan menemani hari-hari mereka. Akan tetapi karena bentuknya yang panjang membuat pakaian ini kurang nyaman dikenakan. Bahkan banyak pula yang menyamakan baju kurung dengan sarung batik dan bros kerongsang. 

Tepatnya sejak tahun 1911 pada runtuhnya kekaisaran Tiongkok, orang-orang Tionghoa mulai meniru gaya berpakaian orang Eropa Belanda. Saat itu, para noni Belanda mengadopsi gaya berpakaian keluarga bangsawan yang memakai kebaya. Menariknya, mereka tak mengenakan kebaya para bangsawan yang mewah dari bahan sutra dan beludru. Para noni Belanda lebih memilih bahan katun tipis berpotongan pendek yang diberi renda di sisi pinggirnya. 

Bermula dari inspirasi kebaya para noni inilah, para nyonya Tionghoa memodifikasinya dengan memasukkan potongan, bahan, warna serta corak bordir dan aksesoris yang digunakan. Pada bagian tepi bawah kebaya para noni Belanda potongan kebaya dibuat rata, sedangkan kebaya nyonya Tionghoa dibuat meruncing ke depan. Potongan ini disebut dengan sunday dan dibuat mengikuti lekuk tubuh. Demikian Muasal Sejarah Kebaya Encim Betawi.

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.