Senibudayabetawi.com – Jajanan kue tradisional memainkan peranan penting sebagai bagian dari kuliner khas Betawi. Bagaimana tidak, di dalam sepotong kue tradisional tersebut terekam jejak sejarah proses akulturasi yang panjang. Meski eksistensinya saat ini tak sebanding dengan kue-kue kekinian, aroma dan rasa nostalgia di dalamnya kerap membuat kita tergoda untuk mencarinya lagi. Salah satunya yaitu kue cubit khas Betawi yang masih kerap kita temui di sekitar.
Jajanan kue tradisional kue cubit ternyata berasal dari Betawi asli. Kue mungil satu ini kerap kali dijajankan di pinggiran jalan dengan menggunakan gerobak. Bercita rasa manis dan gurih, kue ini disuka berbagai kalangan, seperti anak-anak hingga orang dewasa.
Menariknya, kue ini hanya memiliki diameter sekitar empat sentimeter. Jika tempo dulu jajanan ini biasa disajikan dengan topping cokelat, kini kue cubit biasa disajikan dengan berbagai varian rasa, seperti greentea, keju, tiramisu, red velvet, hingga kitkat.
Lantas, kenapa dinamakan kue cubit? Hingga saat ini tak ada yang tahu pasti muasal penamaan dari kue cubit ini. Akan tetapi, sebagian besar masyarakat menyatakan bahwa muasalnya berasal dari cara pembuatan kue cubit khas Betawi ini.
Saat adonan ini dimasak dalam cetakan bulat, pembuat kue cubit akan mengambil bagian yang matang dengan cara dicubit. Dalam proses pengambilan ini, kue cubit diambil dengan menggunakan alat pencapit sehingga sekilas seperti halnya tengah dicubit.
Jajanan Warisan Negara Belanda
Konon, jajanan kue cubit berasal dari negeri Belanda lho. Ya, keberadaaan semasa zaman kolonialisme Belanda membuat proses akulturasi ini. Tak ayal jika banyak sekali kue-kue yang kita kenal saat ini merupakan bagian dari warisan Belanda. Sebut saja seperti kastengels, kroket hingga lapis legit.
Negara Tulip tersebut tak sekadar menjajah Indonesia, tapi meninggalkan banyak warisan kuliner, seperti halnya kue cubit. Kue cubit berasal dari Belanda, yakni poffertjes dalam bahasa Belanda atau yang dikenal kue cubit.