Senibudayabetawi.com – Berbentuk layaknya buaya. Seperti itulah kiranya penampakan fisik dari roti buaya. Kudapan yang tak pernah absen dalam acara pernikahan adat Betawi ini biasa diberikan mempelai pengantin laki-laki dalam acara seserahan. Tak sebatas itu, ternyata roti buaya memiliki nilai filosofis yang perlu dihayati oleh pasangan pengantin Betawi lho!
Tak seperti roti-roti mainstream pada umumnya, roti buaya menjadi salah satu kebanggaan masyarakat Betawi. Itu tak lain karena roti yang memiliki panjang sekitar 50 sentimeter ini dijuluki roti sakral yang hanya hadir di acara pernikahan. Namun, belakangan roti ini banyak dijajakan sehingga kita tak harus menanti acara pernikahan Betawi untuk menikmatinya.
Roti buaya menempati posisi terpenting, bahkan bisa dibilang hukumnya wajib. Sebab, roti ini memiliki makna tersendiri bagi warga Betawi, yakni sebagai ungkapan kesetiaan pasangan yang menikah untuk sehidup semati.
Filosofi
Filosofi arti sebenarnya roti buaya yakni sebagai komponen wajib seorang pria ingin menjadikan wanita pujaannya sebagai pasangan hidup. Tentu roti buaya merupakan tradisi yang tidak akan lekang waktu karena selalu digunakan sebagai seserahan pada waktu akad nikah.
Jadi dengan membawa roti buaya ini sekaligus menunjukan sikap optimis terhadap doa dan harapan bagi si calon pengantin pria yang akajn menjadi suami dapat menerapkan sisi positif yang ada pada binatang buaya tersebut.
Buaya adalah hewan yang panjang umur dan paling setia kepada pasangannya, buaya itu hanya kawin sekali seumur hidup. Tak heran jikaorang Betawi menjadikannya sebagai lambang kesetiaan dalam rumah tangga. Selain itu buaya termasuk hewan perkasa dan hidup di dua alam. Ini juga bisa dijadikan lambang dari harapan agar rumah tangga menjadi tangguh dan mampu bertahan hidup di mana aja.
Karakter penting buaya yaitu simbol kesetiaan yang dipegang oleh masyarakat Betawi, bahwa buaya hanya menikah sekali seumur hidupnya hanya sesuai dengan karakter buaya ketika ditempatkan dalam sistem kandang pasangan. Buaya akan cenderung memilih pasangan yang cocok dan akan terus berpasangan. Berbeda halnya ketika di alam, buaya jantan tunggal kawin dengan sejumlah buaya betina, di mana sistem pernikahan buaya muara bersifat polyginous.
Roti Buaya dibuat sepasang, yang betina ditandai dengan roti buaya kecil yang diletakan di atas punggungnya atau di samping ini bermakna kesetiaan berumah tangga sampai beranak cucu. Peningset ini harus dijaga sepanjang jalan, supaya tetap mulus hingga sampai ke tangan penganten perempuan.
Menariknya lagi pasca akad nikah, roti buaya ini diberikan pada saudara yang belum menikah. Harapannya tak lain agar mereka yang belum menikah.
Roti buaya hari-hari ini sudah mengikuti arus perkembangan zaman yang semakin modern. Jika tempo dahulu hanya tawar, kini sudah memiliki beragam rasa dan warna dan relatif lebih menarik. Demikian jika dahulu hanya sebagai pajangan, tapi sekarang kerap kali dibagi-bagikan terutama pada yang masih single.
[…] hantaran pernikahan Betawi ini memiliki perkembangan yang cukup dinamis. Jauh sebelum berbentuk roti buaya, simbol roti buaya dalam pernikahan adat Betawi yaitu berupa pohon kelapa atau kayu yang dianyam […]