Senibudayabetawi.com – Perkembangan industrialisasi dan modernisme pada abad ke-19 telah memberikan pengaruh perkembangan Batavia hingga menjadi kota kosmopolitan di Asia. Tak sekadar pembangunan masif berupa infrastruktur yang telah dilakukan sejak pemerintah kolonial, tetapi menyentuh gaya hidup dan budaya. Salah satunya gaya hidup perempuan elite di Batavia yang kebarat-baratan.
Ya, sejak tempo dulu Batavia menjadi pusat perdagangan sekaligus berkumpulnya berbagai etnis, baik Indonesia maupun mancanegara. Menurut Nordholt, semakin meningkatnya keragaman etnis budaya diikuti peningkatan jumlah kelas menengah berdampak pada perluasan pada perluasan pasar produksi. Dampak yang tak kalah penting yakni menjadi awal mula mengancam keberlangsungan negara pemerintah kolonial.
Kekhawatiran ini berimbas pada upaya perluasan produk industri kolonial sekaligus dengan upaya pembaratan terhadap kelas menengah di perkotaan Hindia Belanda.
Gaya Hidup Perempuan Elite di Batavia
Dalam The Influence of Olivia Mariamne Raffles on European Society in Java (1914) karya Van de Wall dalam Perkembangan Budaya Kosmopolitan di Batavia 1905 -1942, yang ditulis G. Andika Ariwibowo, kehidupan masyarakat kolonial di Hindia Belanda mulai mengalami perubahan sejak masa pemerintahan Thomas Stamford Raffles, penguasa Hindia Belanda pada masa interregnum Inggris (1811-1816).
Olivia Mariamne Raffles yang merupakan istri dari sang Letnan Gubernur melakukan perubahan besar bagi gaya hidup para perempuan dari kalangan elite di Batavia. Ini terlihat dari saat kali pertama mengadakan jamuan makan malam dan pesta dansa di Gubernemen.
Ia tampak terkaget – kaget dengan penampilan para nyonya elite di Hindia yang hanya mengenakan kebaya dan sarung batik diikuti seorang babu yang membawakan peti berisi sirih yang akan mereka kunyah. Menurutnya, penampilan para “nyonya terhormat” tersebut tak ubahnya seperti para penari penghibur (Bayaderes) di Kerajaan Moghul India.
Kemudian, Olivia berinisiatif memerintahkan agar kebaya dan sarung harus “hilang” dari berbagai acara formal di Hindia. Keputusan ini rupanya mendapatkan tanggapan positif dari media pemerintah Java Government Gazette.
Semenjak itulah pesta-pesta di Rumah Gubernur di kawasan Rijswijk menggunakan berbagai adat dan budaya Eropa. Demikian pula pada helatan berbagai pesta-pesta dansa di luar Gubernemen seperti di kediaman-kediaman para raja dan bupati.
Setelah masa pendudukan Inggris, budaya Barat terus berkembang di Hindia. Weltevreden yang merupakan kawasan sub urban Batavia juga turut tumbuh dari pusat aktivitas pemerintahan, militer, dan kawasan hunian bagi para elite dan kelas menengah di Batavia.