Senibudayabetawi.com – Beberapa bencana alam berupa gempa bumi yang terjadi belakangan ini tak lepas dari kondisi Indonesia sebagai ring of fire. Berbagai kejadian gempa telah terjadi sejak tempo dulu. Salah satunya histori gempa bumi di Jakarta. Sejarah mencatat, Jakarta yang dulunya bernama Batavia pernah mengalami guncangan gempa paling besar yaitu pada tahun 1699 dan 1780.
Kerusakan bangunan ditambah dengan rusaknya jaringan air minum dan saluran pembuangan pada masa kolonialisme ini banyak memakan korban, seperti orang Belanda hingga berjuluk graf der Hollanders atau kuburan orang- orang Belanda
Arthur Wichmann, dalam Die Erdbeben des indischen Archipels bis zum Jahre 1857 (1918) menyebut, gempa yang terjadi 5 Januari 1699 berdampak pada 21 rumah, 20 lumbung padi dan satu gudang rusak dan memakan korban 28 orang. Gempa ini tak hanya meluluhlantakkan Batavia, tapi berimbas longsor di sekitar lereng Gunung Salak.
Tak hanya itu, material longsor membawa tanah serta lumpur ke sungai yang mengalir ke Batavia. Salah satunya Sungai Ciliwung yang tersumbat akibat material-material akibat gempa. Imbasnya, pasokan air bersih pun terganggu.
Pemerintah kolonialisme kemudian mempekerjakan sekitar 3.400 penduduk untuk membersihkan penyumbatan di sungai agar air kembali mengalir (De Locomotief, 22 Oktober 1878). Sayangnya, upaya tersebut tak berjalan baik justru membuat kondisi masyarakat yang tinggal di Batavia memburuk.
Denys Lombard dalam Nusa Jawa Silang Budaya: Btas-batas Pembaratan (1996) menyatakan, sejak saat itu, banyak orang – orang di Batavia yang meninggal. Dalam tiap tahun 1.000 sampai 2.000 orang yang meninggal, dokter – dokter yang ada juga tak mampu menangani masalah ini
Gempa Berlanjut
Dalam Merawat Ingatan: Bencana Alam dan Kearifan Lokal di Pulau Jawa (2019), Mardiatno, dkk., menyatakan, setelah gempa bumi tahun 1699, Batavia tercatat 11 kali diguncang gempa hingga tahun 1780. Kejadiannya berturut – turut tahun 1700, 1706, 1722, 1737, 17439, 1754, 1757, 1765, 1769, 1772, 1776, dan 1780 . Dari gempa – gempa tersebut, gempa tahun 1722, 1757, dan 1780 merupakan yang paling berdampak terhadap masyarakat Batavia.
Gempa 1780
Batavia diguncang gempa yang tidak kalah besar pada 22 Januari 1780. Kuatnya guncangan membuat bangunan – bangunan yang ada di Batavia saat itu mengalami kerusakan parah. Salah satu bangunan yang rusak adalah observatorium milik pendeta yang tertarik dengan astronomi, Johan Maurits Mohr. Observatorium ini memiliki enam lantai dengan puncak atap datarnya setinggi 30,5 meter. Bangunan enam lantai ini merupakan bangunan tertinggi di Batavia saat itu.
Dalam Gempa Bumi Batavia 1699 dan 1780: Memori Kolektif Kebencanaan karya Omar Mohtar (2020), ia menyebut, pentingnya pengetahuan akan mitigasi terhadap bencana alam seperti gempa bumi bagi warga Jakarta. Hal pertama perlu dilakukan salah satunya adalah menginformasikan mengenai riwayat gempa bumi di Jakarta kepada penduduk Jakarta. Pemberian informasi mengenai histori gempa bumi di Jakarta diharapkan dapat memunculkan memori kolektif warga Jakarta.
saya izin mengambil foto dalam website anda untuk tugas 🙏