Senibudayabetawi.com – Transportasi MRT menjadi salah satu moda transportasi yang paling populer di Jakarta. Terlebih setelah ditemukannya bahwa pembangunan MRT fase 2 lalu berujung pada penemuan jalur trem bekas era Hindia Belanda. Ya, sejarah transportasi trem lekat saat pemerintahan kolonialisme Belanda menguasai Batavia. Namun, jauh sebelum menjadi trem listrik modern, muasalnya yaitu trem kuda di Batavia.
Trem kuda di Batavia pada tahun 1869 hadir sebagai transportasi umum, kereta yang ditarik oleh empat ekor kuda atau lebih yang berjalan. Transportasi ini berada di atas rel dengan lebar 1.118 milimeter yang mampu mengangkut 40 orang atau lebih.
Melansir studi yang dilakukan Muhammad Hadian Saputra dalam Perkembangan Trem Batavia Tahun 1869-1930 (2022), pembangunan jaringan trem kuda Batavia direncanakan tahun 1860 yang dicetuskan oleh J.Babus du Mares. Ia mendapatkan ide dari trem kuda di Amerika Serikat.
Menurutnya, kuda jawa merupakan hewan pejalan kaki yang baik dan dimanfaatkan sebagai alat transportasi yang efisien. Pasalnya, trem tersebut dapat menarik 2-3 gerbong dengan membawa 30-40 orang dengan kecepatan cukup.
Trem Kuda Batavia dikelola oleh BTM dengan rute dari Pasar Ikan-Harmoni-Meester Cornelis berasal dari pabrikan Bonneford di Perancis. Adapun untuk gerbongnya akan disimpan di Depo Kramat bersamaan dengan kudanya. Tarif trem kuda ini cukup murah yaitu hanya 10 sen. Biasanya, melintas setiap lima menit dari pukul lima pagi hingga pukul delapan malam.
Tak Ada Pemisahan Kelas
Uniknya dalam trem kuda sangat egaliter tak ada pemisahan kelas, tapi mematok tarif berbeda untuk bangsa Eropa dan pribumi. Hal ini memicu pembauran berbagai macam etnis dalam trem kuda. Sebelumnya, trem kuda memiliki dua kelas yaitu kelas satu untuk golongan orang Eropa dan kelas dua untuk kelas pribumi. Akan tetapi, karena kuda yang tidak kuat menarik dua gerbong, maka kelas satu pun dihapus.
Trem kuda beroperasi selama hari kerja dan hari libur. Selama hari kerja, trem kuda kelas satu berjalan 18 kali sehari dan trem kelas dua berjalan 30 kali sehari dan ditambah trem barang.
Trem kuda yang pada saat itu sempat mengalami masa kejayaan sebelum akhirnya semakin berkurang karena berbagai permasalahan. Misalnya, seperti kuda yang suka buang air besar dan kecil sembarangan dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Selain itu, harga pangan kuda yang naik, hingga banyak kuda mati kelaparan. Inilah yang memicu pemanfaatan teknologi trem uap untuk transportasi trem di Batavia.