Senibudayabetawi.com – Jika titik nol dan simbol Ibu Kota Jakarta ada di Monumen Nasional (Monas) maka dulunya titik nolnya berada di Sunda Kelapa. Tepatnya ada di Menara Syahbandar, yang eksis sejak ratusan tahun lalu. Menara ini menyimpan sejarah di masa lalu.
Kedatangan VOC ke Pulau Jawa membuat kehidupan Pulau Jawa berubah, termasuk bagian peisisir. VOC membangub sebuah kantor, gudang barang hingga menara.
Bangunan Menara Syahbandar ada sejak tahun 1839 menempati bekas Bastion (kubu) Culemborg. Bastion ini terbuat dari batu karang pada 1645 dan merupakan kubu pertahanan.
Banguban Menara Syahbandar konon dikenal sebagaiUitkijk atau Uitkijk Post. Menara ini merupakan bagian dari tembok keliling Kota Batavia untuk menjaga mulut Sungai Ciliwung hingga memantau kapal keluar masuk Batavia sebagai pemungut cukai barang yang dibongkar di pelabuhan Sunda Kelapa.
Namun, setelah pelabuhan Tanjung Priok dibuka oleh pemerintah Belanda tepatnya pada 1886, bangunan ini tak lagi berfungsi sebagai menara pengawas.
Menara ini sempat menjadi pusat 0 kilometer Kota Batavia. Hal ini ditandai dengan lempengan batu bertulus uuruf Tiongkok penanda 0 kilometer Kota Batavia.
Saat masa kependudukan Jepang, 1939-1945, area gudanv dan menara berfungsi sebagai komplek pusaf penyimpanan logistik peralatan militer.
Setelah tak lagi berfungsi sebagai menara dan titik nol, menara setinggi 12 meter ini dikenal sebagai menara miring. Ini tak lain karena posisi bangunannya terlihat semakin miring.
Area menara yang berjarak 50 meter dari komplek gudang rempah VOC yang kini sebagai Museum Bahari menjadi bukti bisu sejarah kejayaan perdagangan rempah di Batavia.