Senibudayabetawi.com – Lahir di Medan pada 2 Februari 1931, Syahmardan atau Ardan sudah rajin menulis sejak duduk di Taman Siswa. Karya-karyanya banyak ditemukan di koran dan majalah seperti, Indonesia, Mimbar, Pujangga Baru, Zenith dan lain-lain.
Tulisan Ardan cukup beragam, dari puisi, novel hingga skenario film. Terang Bulan Terang di Kali menjadi karya novelnya yang sukses di pasaran. Novel ini sempat beberapa kali cetak ulang karena tingginya peminat. Sedangkan untuk skenario, Ardan sukses menulis cerita Si Pitung hingga menjelma jadi kebanggaan warga Betawi.
Selain dunia tulis-menulis, Ardan juga dikenal sebagai jago lenong Betawi. Waktunya banyak dihabiskan untuk ngamen Lenong dari kampung ke kampung hingga bisa mentas di Taman Ismail Marzuki. Ketelatenannya menekuni lenong membuat namanya juga lekat dengan seniman Lenong yang disegani seniman Betawi dan juga seniman nasional.
Menurut budayawan Betawi, Yahya Andi Saputra, ayah SM Ardan adalah seorang putra Betawi yang merantau ke Medan. Maka boleh dibilang Syamardan adalah anak Betawi kelahiran Medan. Dari Medan ayahnya kemudian membawanya balik ke Jakarta, dan kembalilah ia ke habitat aslinya, yaitu Betawi. Ardan lalu tumbuh besar dalam lingkungan budaya masyarakat Betawi yang kemudian mewarnai karya-karyanya.
Pendidikan SM. Ardan
Tercatat pendidikan terakhinya sebagai siswa Taman Madya Taman Siswa, Jakarta (1954). Ia pun kemudian banyak menulis cerpen. Selain sebagai sastrawan, SM Ardan pernah juga bekerja sebagai wartawan menjadi redaktur Arus tahun 1954, Genta (1955-1956), Trio (1958), Abad Muslimin (1966), dan Citra Film (1981-1982). Sejak 1950-an ia menjadi wartawan film pada majalah Violeta. Yang menarik lagi, dia juga pernah menjadi wartawan olahraga di harian Suluh Indonesia.
Kritikus satra HB Jassin, menyatakan bahwa S.M Ardan telah banyak mengilhami karya-karya sastra baru di Indonesia pada kurun waktu tahun 1950 sampai dengan 1990. Selain cerita pendek, novel dan skenario film, SM Ardan juga pernah pernah bekerja di Sinematek Indonesia di Pusat Perfilman H. Usmar Ismail dan juga pernah menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta. “Semua orang bertanya pada dia tentang perfilman Indonesia. Karenanya SM Ardan juga dijuluki sebagai kamus berjalan sinematek Indonesia,” kata budayawan Betawi, Yahya Andi Saputra.