Golok merupakan bagian yang tak terpisahkan dari senjata pegangan orang Betawi. Kepopulerannya bahkan mampu melahirkan ungkapan “bukan lelaki Betawi namanya kalau tidak memiliki golok”. Itu artinya, golok bukan hanya menjadi ikon jawara maen pukul Betawi, tapi masyarakat Betawi secara umum.
Sebagaimana fungsinya, golok yang biasa digunakan oleh petani Betawi, seperti memotong kayu disebut dengan golok gablongan. Sedangkan golok yang digunakan untuk memotong hewan biasa dengan golok sorenan. Golok yang biasa digunakan oleh para jawara Betawi biasa disebut dengan golok sorenan pinggang.
Seiring perkembangannya, golok kini juga telah mengalami berbagai perubahan fungsi. Misalnya karena keunikan bentuknya, orang menyimpannya sebagai koleksi seni atau sekadar menandakan status sosial. Salah satunya golok mini yang biasa disematkan di peci para jawara Betawi atau biasa disebut pin golok.
Sekalipun ukurannya mini, pin golok dibuat persis seperti halnya sebilah golok. Baik itu dilihat dari bentuk bilah, gagang, hingga sarung. “Meski kecil, ketika dipakai pin golok tetap tak kehilangan kegarangannya,” ujar pimpinan Sanggar Betawi Tulen, Babe Rodani kepada senibudayabetawi.com, Jumat (8/1).
Selain menjadi pimpinan sanggar, Babe Rodani memang telah banyak memproduksi pin golok. Adapun pin golok memang belum biasa digunakan di pasaran sebagaimana pin pada umumnya. Hanya sebatas orang-orang yang bergelut di dunia maen pukulan Betawi. Namun, hal itu tak sekalipun menyurutkan niat Babe Rodani untuk terus memproduksi pin golok ini.
“Itu karena saya juga ingin mengangkat derajad kebetawian kita ini. Ada ungkapan “Betawi ketinggalan zaman,”—kita tidak mau ketinggalan zaman. Makanya kalau bukan kita, siapa lagi kan yang menghidupkan seni dan budaya Betawi,” ujar dia.
Sama halnya dengan membuat sebilah golok, hal utama yang harus diperhatikan adalah jenis kayu dan model yang digunakan. Pasalnya, jenis kayu yang digunakan bisa memengaruhi ketahanan dan corak golok yang diinginkan. “Seperti kayu sonokeling yang memang terkenal bagus kualitasnya, lalu kedua kayu jati, baru kayu kamper,” lanjutnya.
Hal yang membedakan golok dan pin golok pada umumnya yakni pada bahan bilah yang digunakan. Adapun dalam pembuatan bilah golok bisanya menggunakan baja, sedangkan pin golok menggunakan bahan stainless steel. “Jadi kalau dibuka bilahnya seperti golok beneran. Tapi tidak tajam, hanya untuk akesesoris aja,” imbuh dia.
Babe Rodani biasa mematok harga untuk setiap pin golok pada kisaran Rp. 35ribu, disesuaikan dengan model pin golok yang diinginkan. Selain pin golok, berbagai kerajinan tangan lain bisa ditemukan di sanggar yang di kawasan Kemandoran, Jakarta Selatan, seperti congklang, hingga ondel-ondel mini.
Penguat Identitas Betawi
Sementara, pengamat Kebudayaan Betawi, Yahya Andi Saputra menyatakan bentuk pin golok memang mirip seperti halnya keris cundrik—yang memiliki tuah. Namun, dalam hal fungsinya, pin golok lebih menekankan fungsi seni dan aksesoris semata.
Kemunculan pin golok pun untuk lambing memeperkuat identitas kebetawian para pemakai. Bukan dipakai oleh jawara silat terdahulu. “Kalau kita lihat peci dalam dokumentasi foto para jawara Betawi sejak dulu hingga tahun 80-an itu polos. Baru banyak pemakai pin golok itu pada tahun 2010-an,” kata dia dikonfirmasi terpisah.
Kendati demikian, pin golok tak kehilangan pangsanya, masih banyak orang-orang Betawi—tak hanya pesilat Betawi. Namun, juga masyarakat umum sebagai aksesoris ketika memakai baju pangsi. “Banyak juga teman-teman saya yang notabene bukan dari pesilat tapi menggunakan pin ini saat mereka berpakaian baju pangsi”. admin
[…] Baca Juga: Geliat Seniman Sanggar Betawi Tulen Lestarikan Pin Golok […]