Tiada yang lebih tabah dari anggota Padepokan Ciliwung Condet (PCC) ketika telah memasuki musim penghujan. Paling tidak, hal itu berkaca dari pengalaman selama lima tahun padepokan ini berdiri di Kawasan Bantaran Sungai Ciliwung. Tiap banjir rutin tahunan, mereka harus rela membangun ulang beberapa saung. Namun, mereka tak pernah mengeluhkan banjir tahunan itu, asal narasi jati diri kampung dalam Padepokan Ciliwung Condet tetap terjaga.
Ya, banyak ungkapan menyebut bahwa tak ada Ciliwung maka tak ada Jakarta. Tak ayal jika di sungai ini pula disebut-sebut sebagai “urat nadi” Kota Jakarta. Perkampungan tua Condet pun di bawahnya juga mengalir peradaban Sungai Ciliwung. Beragam alasan itulah yang membuat padepokan ini tetap bertahan.
“Kita akan tetap mempertahankan ini sebagaimana kewajiban kita sebagai anak Betawi. Bukan soal fisik maupun ekonomi tapi tentang cerita besar dari sebuah kampung yang bisa terus kita sampaikan kepada anak cucu kita sebagai anak Betawi. Itu yang utama,” kata Ketua Padepokan Ciliwung Condet, Lantur Kodrat Maulana kepada senibudayabetawi.com.
Banjir tiap tahun yang melanda padepokan adalah satu dari sekian soal yang menjadi tantangan padepokan ini. Pasalnya, padepokan ini tak hanya berfokus pada seni budaya Betawi semata. Namun, hal yang lebih luas seperti lingkungan hidup hingga ekonomi dan Usaha Kecil Mikro Menengah (UMKM). Ketika banjir tiba, padepokan yang memiliki beragam saung kegiatan ini harus rela terendam banjir.
“Dan itu saatnya kita untuk membangun ulang lagi. Justru ini adalah bagian dari proses penguatan kita. Setelah banjir, yaudah kita bikin lagi yang lebih bagus,” imbuh lelaki yang akrab disapa Bang Lantur ini.
Semangat padepokan ini seiring pula dengan semangat tekad mereka untuk menolak kebijakan pemerintah yang akan melakukan normalisasi Sungai Ciliwung—istilah mereka betonisasi yang digadang-gadang sejak tahun 2012 lalu. Bagaimanapun, sambung Bang Lantur normalisasi justru akan merendam Jakarta karena beton sulit membuat air teresap.
“Saat banjir yaudah tidak apa-apa karena tempat kita memang resapan air, tpai setelah banjir kita bermanfaat untuk rakyat banyak,” imbuh dia.
Pernyataan Bang Lontar terbukti dari beragam divisi dalam padepokan yang ia bentuk diantaranya Divisi Seni dan Budaya, Divisi Ekonomi dan UMKM, dan Divisi Lingkungan Hidup. Adapun divisi tersebut saling berkaitan untuk mewujudkan anggota padepokan yang mandiri—tak lagi terlalu menggantungkan pada uluran tangan pihak lain.
“Kita memang ingin menciptakan wajah anak Betawi yang mandiri melalui kreativitasnya,”imbuh dia.
Wajah Baru Anak Betawi
Kebudayaan Betawi yang merupakan hasil perkawinan budaya dari Nusantara maupun asing kini telah menemukan wajah barunya. Sebab, budaya tak pernah sekalipun mandeg. Namun, akan selalu berkembang melalui proses akulturasi dan asimilasi dari beragam budaya. Budaya akan dengan dinamis bertemu dan menjurus menjadi satu.
Padepokan Ciliwung Condet sebagai salah satu padepokan seni sangat terbuka terhadap beragam budaya lain sehingga turut memunculkan wajah baru budaya anak Betawi. Misalnya, dalam hal ilmu bela diri dalam padepokan ini tak hanya mengajarkan maen pukul Betawi. Namun juga muay thai hingga taekwondo.
Demikian pula dalam hal berkesenian, Didi Hasyim selaku penggiat dalam Divisi Seni Budaya menyatakan bahwa awal mula berkenalan dengan Bang Lantur karena kesamaan keresahannya tentang lenong Betawi yang sebenarnya berpotensi bisa menyajikan dan menyuarakan hal lain, seperti tentang lingkungan hidup.
“Waktu itu saya bilang wah menarik itu, karena sajian Lenong tidak hanya seperti yang kita lihat saat ini,” kata dia.
Bang Lantur menyatakan bahwa sudah saatnya anak Betawi tak lagi terkungkung sebatas mendalami seni Betawi saja dan tak mengembangkan yang lain. Padahal, sambung dia anak Betawi asli bisa lebih mengeksplor seni apapun yang ada di kampungnya masing-masing.
Adapun Bang Lantur sebelumnya juga memiliki sanggar yang hanya focus bergerak dalam seni Betawi asli, seperti palang pintu, lenong, hingga silat. Namun, kini ia mulai beralih untuk mengeksplor “Betawi” lebih dalam lagi.
“Sanggar saya dulu sempat juga merajai eent-event di Jabodetabek speerti palang pintu hingga lenong. Namun, saya pikir lagi ternyata di belakang itu semua masih ada yang lain yang lebih penting, paling tidak memberikan wacana baru anak Betawi,” pungkasnya. admin
[…] Melekat dengan Masyarakat Betawi — Pemerintah Kota Jakarta Timur berkolaborasi bersama Padepokan Ciliwung Condet resmi menggelar Festival Ciliwung 3 hari ini, Selasa (9/11) hingga besok, 10 November 2021. […]