Wakil Ketua Badan Musyawarah (Bamus) Betawi, Muhammad Rifqy menyatakan pentingnya menjaga eksistensi nuansa kampung tempo dulu di setiap kawasan yang ada di Jakarta. Hal itu menyusul inisiasi program retradisionalisasi Kampung Betawi.
“Rencana ke depan akan membangun retradisinonalisasi di 12 titik di kampung-kampung yang disebut Kampung Betawi. Karena kita tak ingin kampung-kampung itu tergerus zaman dan dilupakan begitu saja,” kata dia kepada senibudayabetawi.com, Jumat (22/1).
Lelaki yang akrab disapa Bang Eki Pitung ini mengaku prihatin dengan kondisi kampung yang ada saat ini. Beberapa kampung, sambung dia masih kental akan ciri khas dialek maupun tradisi yang dilakukan secara turun temurun. Akan tetapi, tidak diiringi dengan pembangunan ornamen-ornamen yang menyimbolkan identitas setiap kampung pada zaman dahulu.
Adapun pemilihan 12 titik kawasan tersebut berdasarkan titik kampung mana saja yang masih didiami dan masih terjaga tradisi asli Betawi, diantaranya Rawa Belong, Kemayoran, Tanah Abang, dan Kosambi.
Baca Juga: Narasi Jati Diri Kampung dalam Padepokan Ciliwung Condet
“Misalnya di daerah Kosambi, Cengkareng itu masih melakukan tradisi lebaran Betawi selama dua minggu. Nah, ini kan perlu dibangun lagi kampungnya agar tak hilang. Jadi di kampung-kampung ini tetap terawat,” jelasnya.
Adapun rencana tersebut telah dicanangkan sejak Desember 2020 lalu dan telah disetujui Gubernur DKI Jakarta bersama Majelis Adat. Bang Eki menyebut nantinya tim Bamus juga akan menyambangi untuk proses pengkayaan diskusi tentang seperti apa misalnya Kampung Rawa Belong atau Kampung Kemayoran di zaman dulu.
“Targetnya Maret atau April kalau anggaran dari pemerintah daerah sudah ada,” imbuhnya.
Ia juga menyebut pentingnya proses inventarisir di suatu kampung—untuk kemudian menjadi bahan retradisionalisasi sehingga titik kampung yang dituju tepat sasaran. “Itu yang kita perlu petakan lagi, apakah satu RT atau satu RW,” ujar dia.
Berkaca dari Setu Babakan
Sementara Sejarahwan Asep Kambali menyatakan apresiasinya terhadap langkah pelestarian Budaya Betawi tersebut. Namun, ia mengingatkan perlunya kajian komprehensif dan mendalam dalam hal pemetaan pakaian hingga arsitektur ciri khas dari setiap kampung. Sebagaimana apakah nanti rumah Betawi udik, Betawi tengah atau pesisir.
“Kajian akademis dari apakah itu sejarahwan, budayawan, dan arkeolog harus ada sehingga tidak sporadis dan tidak asal,” kata dia dikonfirmasi terpisah.
Menurutnya, pemerintah juga harus berkaca dari pengalaman Kampung Betawi Setu Babakan yang ada saat ini. Misalnya, ia menyebut di sana terdapat rumah permanen hanya memakai ornamen gigi balang sehingga asal disebut rasa Betawi.
“Padahal kan tidak hanya itu. Betawi itu kan multi etnis, variatif juga. Kampung Betawi harus bisa membawa ambient Betawi, mengedukasi masyarakat yang datang sehingga tahu Betawi seperti apa,” jelasnya.
Selain itu, pemerintah juga hendaknya memastikan pemeliharaan dan pengelolaannya dari Kampung Betawi itu ke depannya. Termasuk menjamin dukungan dari warga sekitar. “Berkaca dari Setu Babakan lagi, misalnya itu banyak pedagang tidak teratur. Harusnya itu bisa dirapikan, ada wadahnya,” pungkas dia. admin