Mpok Yati merupakan satu di antara banyak orang Betawi, khususnya janda yang mampu mematahkan stigma orang Betawi tak bisa maju. Terbukti, Kedai Asinan Mpok Yati yang telah ia bangun sejak tahun 1985 masih berdiri hingga saat ini. Di balik kedai berkawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat ini tersimpan perjuangan asinan janda Mpok Yati yang tak mudah.
Mengunjungi kedai asinan Mpok Yati sama halnya dengan menyusuri bilik labirin. Memasuki gang-gang sempit sebelum akhirnya tiba di Jalan Salam VI Nomor 67B RT 10 RW 6 Sukabumi Utara. Namun, jangan salah meski tempatnya berkapasitas kecil, beberapa pelanggan tampak silih berganti membawa tentengan pesanan.
“Dua hari berurut-urut ada pelanggan dari Cipulir. Sehari pesan soto daging 25 bungkus, lalu berikutnya 20 bungkus,” kata dia kepada senibudayabetawi.com, Kamis (4/2).
Baca Juga: Jaga Resep Tradisi Keluarga, Ini yang dilakukan Pemilik Soto Betawi Emak Haji Jalan Perjuangan
Awal Mula Usaha
Pembatasan di masa pandemi memaksa beberapa usaha kelimpungan hingga gulung tikar. Berdiri sejak tahun 1985 hingga dipercaya oleh pelanggannya, perempuan berhijab ini mengaku tak begitu merasakan imbasnya. Banyak pesanan datang dari beragam acara, mulai dari pengajian hingga arisan.
“Bangun usaha hingga punya nama itu juga tak mudah. Suka duka perjuangan kita sangat berat di awal-awal dulu,” kenangnya.
Asinan Janda Mpok Yati. Begitulah kedai asinan itu dikenal. Sesuai status yang melekat pada pemilik nama lengkap Hayati ini. Namun, label kedai itu ternyata sama sekali tak menciutkan semangat Mpok Yati untuk meneruskan usaha miliknya itu.
Justru, ia bangga sebagai seorang janda tapi masih bisa membangun usaha. Berbekal uang sebesar Rp 2500, ia bertekad menjual asinan sayur dan buah. Terlebih melihat anak-anaknya yang masih kecil.
“Banyak orang yang mengucilkan kan, katanya orang Betawi apalagi janda tidak ada yang maju. Tapi Alhamdulillah kita ngga demen sih berpangku tangan. Orang-orang udah tidur, kita masih melek, orang-orang belum bangun, kita udah megang dagangan,” kata dia dengan logat Betawi kental.
Pasca ditinggal sang suami, Mpok Yati memang harus berdikari untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Kala itu, ia harus dicap sebagai orang Betawi yang tidak maju karena menolak pinjaman uang untuk memperbesar usahanya.
“Yang namanya orang takut kalau nanti ngga bisa bayar. Ada enam tawaran pinjaman karena melihat usaha kita ramai, tapi tetap kita tolak semua,” ujar dia.
Tak Asal-asalan
Kendati terkesan serba nekat, tapi Mpok Yati tak mau asal-asalan membuat asinan. Ia sangat memperhatikan betul komposisi bahan-bahannya. Perpaduan antara sayuran dan bumbu kacang yang asam-pedas-manis-gurih sangat ia jaga secara konsisten.
“Itu karena kita sama sekali tidak mengurangi bumbu-bumbunya. Misalnya cabai yaudah kita gelontorkan saja meski ada waktunya cabai mahal. Asal rasanya sama,” jelasnya.
Sama halnya dengan asinan Betawi lain, guyuran kuah asinan sayur khas Kedai Asinan Janda Mpok Yati sangat lezat—perpaduan antara cuka, gula merah, ebi, cabai dangat lah pas. Sehingga menciptakan harmonisasi rasa yang mantap.
Kuliner Betawi ini sangat cocok disantap bersama taburan kacang tanah dan kerupuk mie berwarna kuning dan dinikmati di siang hari yang panas. Belum lagi isiannya berupa sayur kol, mentimun, tahu putih, dan selada. Perpaduan asam segar menggairahkan.
Tak hanya itu, Kedai Asinan Janda Mpok Yati juga menyediakan Soto Betawi dan Soto Mie. Harganya pun sangat terjangkau, untuk satu porsi asinan sayur cukup merogoh uang Rp 12.000, dan satu porsi asinan buah seharga Rp 10.000. Sementara untuk menu Soto Betawi seharga Rp 30.000, dan Rp.17.000 untuk seporsi Soto Mie. admin
Baca Juga: Merasakan Sensasi Endul Soto Betawi Mpok Mul