Jika etnis Tionghoa lekat dengan kue keranjang saat perayaan Imlek tiba, warga Betawi justru lekat dengan kehadiran bandeng Imlek.
Ya, kehadiran bandeng Imlek yang diyakini membawa berkah tak hanya menjadi monopoli etnis Tionghoa. Akan tetapi, tradisi ini juga menjadi perayaan besar warga Betawi.
Terbukti, sebagian besar pembeli bandeng Imlek di kawasan Pasar Rawa Belong, Jakarta Barat justru didominasi warga Betawi. Munculnya pasar bandeng dadakan menjelang perayaan Imlek tentu menjadi perayaan tersendiri bagi warga Betawi.
“Justru 90 persen orang Betawi sendiri yang beli untuk diantar ke calon mertua, ipar yang lebih tua, encang, encing. Saling silaturhami, sampai sekarang tradisi itu masih ada,” kata Haji Oweng, salah satu warga asli Rawa Belong kepada senibudayabetawi.com, Selasa (9/2).
Sejak 1970, pemilik nama asli Abdul Choir Ilyas ini telah menjadi saksi bagaimana antusiasme warga Betawi dalam menyambut perayaan Imlek. Perbedaan mencolok antara antusiasme jaman dahulu dan sekarang tampak jelas karena perubahan zaman.
“Dulunya mereka berjajar di pertigaan lampu merah lurus, tidak masuk ke Jalan Sulaiman. Tapi karena ada pembangunan gedung dan kantor jadi ke sini. Jumlah penjual bandeng pun tak sebanyak dulu,” katanya.
Baca Juga: Sajian Imlek khas Betawi, Pindang Bandeng
Begitu pula dalam hal pembelian bandeng yang menggunakan sistem satuan. Biasanya, bandeng dijual lengkap dengan tali berupa daun pisang hingga bambu. “Kalau sekarang kan dihitung per kilo lalu disisikin trus dipotong-potong,” imbuhnya.
Bandeng Imlek tampak berbeda jauh dengan bandeng-bandeng kebanyakan yang dijual di luar momen menjelang perayaan Imlek. Tampak ukurannya yang sangat besar hinga mencapai delapan kilogram.
Menurut Haji Oweng, bandeng yang dijual berasal dari empang dan telah berumur paling tidak satu tahun. “Jadi bukan bandeng dari laut. Tapi asli dari empang,” kata dia.
Pertahankan Tradisi
Dalam tradisi Betawi, ikan bandeng yang telah dibeli biasanya dimasak menjadi pindang bandeng hingga pucung bandeng. Dua menu tersebut menjadi hidangan wajib dalam perayaan Imlek warga Betawi.
Salah seorang pembeli yaitu Imroni menyatakan bahwa dahulu belum ada istilah bandeng Imlek, tapi bandeng pasar malem. Sesuai tradisi, mengantar bandeng ke rumah pacar adalah keharusan sebagai lelaki Betawi.
“Dulu kalau punya pacar maka nganternya pakai bandeng, kecap dan petai,” kata lelaki yang membeli bandeng sebesar 8.5 kilogram itu.
Salah satu penjual bandeng, Bang Kobra menyatakan bahwa antusiasme warga Betawi masih tinggi untuk membeli bandeng Imlek. Terbukti, dalam sehari ia masih bisa memperoleh penghasilan sekitar Rp 1 hingga 2 juta. Adapun untuk satu kilogram bandeng ia patok harga sebesar Rp. 75ribu.
Terlepas dari tradisi etnis Tionghoa yang meyakini bandeng membawa keberuntungan, sambung lelaki asli Rawa Belong itu, orang Betawi sendiri memang menyukai bandeng. Terutama bandeng berukuran besar yang adanya hanya di pasar malem.
“Kebetulan kalau dibilang bandeng itu keberuntungan. Kita orang Betawi emang udah lama suka bandeng,” kata lelaki yang secara turun temurun jualan bandeng itu. admin