Nuansa lengang begitu terasa di Perkampungan Budaya Betawi Setu BabakanĀ Selasa siang (9/3). Tampak beberapa petugas mengawasi ketat keluar masuknya pengunjung. Maklum saja, keputusan pemerintah terkait perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro 8-22 Maret 2021 membuat wisata budaya ini melakukan pembatasan 50 persen pengunjung. Itupun dengan protokol kesehatan yang ketat. Kendati demikian, tampak denyut nadi kehidupan Betawi masih terasa hidup.
Terletak di Srengsreng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, perkampungan ini merupakan wujud asli pelestarian budaya asli Betawi. Beragam hasil kebudayaan Betawi, mulai dari rumah adat Betawi, seni budaya Betawi, hingga kehidupan masyarakat Betawi sehari-hari bisa terlihat di sini.
Seperti halnya saat senibudayabetawi.com berkunjung, tampak suara adzan petanda waktu dzuhur tiba, beberapa pengunjung hingga petugas berduyun-duyun ke mushala. Tradisi agama Islam memang sangat lekat dengan orang Betawi. Tampak beberapa ornamen Betawi seperti gigi balang dan pucuk rebung tampak menonjol di mushala ini. Tempatnya yang adem juga membuat orang betah berlama-lama di sana.
Pengelola Setu Babakan, Bukhori menyatakan aktivitas seni mulai dari pertunjukan hingga musik memang telah terhenti imbas COVID-19. Demikian pula dengan aktivitas kehidupan pengajian ala Betawi yang sempat dimulai sebelum pandemi melanda.
“Selain ada pertunjukan seni seperti keroncong, samrah hingga lenong, kita udah mulai menghidupkan tradisi ngaji Betawi zaman dahulu yang dilakukan oleh kita di sore hari. Jadi tidak langsung buru-buru pulang tapi ngaji dari Alif Ba Ta hingga Al-Quran ala Betawi,” kata dia kepada senibudayabetawi.com.
Mesin Waktu ke Betawi Tempo Dulu
Selaksa memasuki mesin waktu merasakan denyut nadi kehidupan Betawi tempo dulu. Begitulah nuansa yang diharapkan pengunjung begitu memasuki kawasan seluas 289 hektar ini. Khususnya, sambung Bukhori di Zona C yang merupakan replika perkampungan Betawi.
“Di sana akan ada rumah adat Betawi dari Betawi tengah, pesisir hingga pinggir dengan ciri khas bahasa mereka. Lalu akan ada banyak tumbuh-tumbuhan Betawi yang sekarang sudah tidak ada hingga empang yang isinya ikan-ikan tempo dulu mulai dari ikan tawes hingga ikan betok. Kita terus melakukan kajian,” ujar dia.
Adapun kawasan ini terbagi menjadi lima zona. Zona embrio yang berisi bangunan awal kampung budaya Setu Babakan. Sedangkan, zona A yang berisi gedung museum, panggung terbuka, rumah adat, gedung serba guna, dan kantor pengelola. Adapun Zona B tempat pusat produksi batik, dan Zona Pengembangan yang rencananya akan menjadi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kebudayaan Betawi. Serta Zona C yang merupakan replika perkampungan Betawi.
Kajian dan Pengelolaan
Sejak didirikan dan ditetapkan Pemerintah sebagai tempat pelestarian pengembangan budaya Betawi pada 2004 silam, Bukhori menyebut beragam pengkajian dan pengembangan terus menerus dilakukan. Beragam koordinasi dengan tokoh, sejarahwan, Lembaga Kebudayaan Betawi hingga Badan Musyawarah Betawi (Bamus Betawi) dilakukan guna memastikan sejarah peradaban Betawi.
“Kita terus menggandeng LKB hingga Bamus Betawi serta tokoh-tokoh sejarahwan dengan harapan kita menghasilkan kajian mendalam,” kata dia.
Kemegahan Setu Babakan sebagai pusat perkampungan Betawi seolah membuat semua orang terkagum-kagum. Bukhori menegaskan, pihak Setu Babakan juga akan terus menerus melakukan perbaikan dalam hal pengelolaan, terutama sampah yang juga dapat merusak pemandangan.
“Kita bekerjasama dengan pihak Bank DKI untuk membuat Bank Sampah dan kita akan terus menerus mengedukasi kepada masyarakat pentingnya menjaga lingkungan perkampungan budaya Betawi ini,” pungkasnya. admin
[…] Baca Juga: Denyut Nadi Kehidupan Betawi di Perkampungan Budaya Setu Babakan […]