Kuliner boleh saja menjadi salah satu ciri khas budaya dari suatu wilayah. Namun, apa jadinya bisa kuliner tersebut membentuk suatu ekosistem di satu wilayah–berupa kampung. Dinamakan demikian, karena memang suatu wilayah itu banyak menyajikan kuliner khasnya. Semakin bernilai karena kuliner tersebut menjadi corak yang tak tertandingi. Salah satunya yaitu kampung asinan Betawi.
Ya, nasib asinan Betawi hingga kini masih laris manis. Di Jakarta, banyak kedai menyajikan asinan Betawi sejak tahun 1940 hingga 1960-an. Karena banyaknya penjaja asinan Betawi di daerah Pisangan Baru Tengah, Kelurahan Pisangan Baru, Mataram, Jakarta Timur tak ayal jika kawasan ini terkenal sebagai kampung asinan Betawi.
Tampak, saat tim senibudayabetawi.com menyusuri kawasan itu, banyak keturuanan Betawi yang membuka kedai asinan. Di gang-gang sempit sekalipun kita masih dapat menemukan kedai dengan papan bertuliskan asinan Betawi.
Adalah Asinan Betawi 78 H Asymuni yang disebut-sebut sebagai salah satu asinan legendaris. Kedai asinan ini tak pernah sepi pengunjung. Dalam sehari, ia bahkan bisa membuat hingga 2500 bungkus asinan. “Itupun selalu habis dalam sehari,” ujar H. Tati kepada senibudayabetawi.com, Kamis (27/5).
Ya, cita rasa yang dihasilkan dari asinan H Aasyumi memang berbeda dengan asinan pada umumnya. Ciri khas asam manis sangat kuat ditambah perpaduan sensasi ebi di dalamnya. Belum lagi sayur dan buah-buahan yang ia pastikan masih baru dan segar. Tak ayal, kedai asinan yang diseriusi sejak tahun 1993 ini lebih banyak dikunjungi dibanding kedai asinan lainnya.
Meski dibangun di kampung asinan yang notabene banyak kedai asinan lain di dalamnya, tak sekalipun membuatnya gentar. Justru, sebagai ia percaya diri karena usahannya telah berdiri sejak dulu. Otomatis, sambungnya banyak pelanggan lama yang masih mencari-cari asinan miliknya. “Bahkan ada yang dari Priok rela datang ke sini hanya untuk mencari asinan kami,” ujarnya.
Sensasi Berbeda
Lain halnya dengan H Tati yang masih mempertahankan resep asinan warisan keluarga, Mpok Nor lebih memilih menjajakan asinan dengan sensasi beda. Ya, Mpok Nor lebih memilih asinan pempek. Seperti halnya namanya, ia memadukan antara buah dan sayuran asinan dengan tambahan kuah pempek.
“Saya kira kuah pempek ini snagat khas ya. Jadi ketika dicampur dalam asinan wah rasanya langsung pas di mulut,” ungkap perempuan yang mendirikan kedai asinan pempek pada 2019 lalu.
Resep itu tak asal-asalan. Jauh-jauh sebelumnya, ia juga melakukan survey rasa agar asinan pempek bercita rasa masuk di semua kalangan. Ia percaya bahwa seiring perubahan zaman, cita rasa setiap orang juga akan berubah. “Dan di situlah kita membutuhkan sensasi rasa yang berbeda,” terangnya.
Penamaan kampung asinan di wilayahnya juga mendatangkan banyak keuntungan–dari segi pemasaran bagi Mpok Nor yang terbilang baru dalam dunia asinan. Pelanggannya pun lebih terbuka untuk mencicipi variasi asinan seperti halnya miliknya. (dan)
[…] Baca Juga: Kampung Asinan Betawi Menjadi Kuncihttps://www.senibudayabetawi.com/4925/kampung-asinan-betawi.html […]
keren