Daur Kehidupan “Nujuh Bulanin” — Demi menjamin keselamatan, masyarakat Indonesia memiliki kepercayaan terhadap upacara adat. Sebagai bagian dari tradisi, masyarakat Betawi juga turut melestarikannya. Beragam kegiatan mulai dari perayaan hari kegamaan hingga daur hidup tak lepas dari upacara adat. Seperti halnya upacara daur hidup awal berupa kehamilan.
Upacara kehamilan dilakukan sebagai upaya memberitahukan kepada keluarga, kerabat serta tetangga, seorang wanita sudah hamil dan akan melahirkan keturunan. Kepercayaan yang berkenanan dengan siklus hidup idividu seperti upacara nujuh bulanin ini masih kuat melekat pada orang Betawi.
Masyarakat Betawi percaya, upacara nujuh bulanin merupakan penangkal agar anak yang akan dilahirkan kelak patuh dan tidak nakal. Upacara nujuh bulanin dilakukan saat mengandung kehamilan pertama. Pasalnya, kehamilan anak pertama merupakan pengharapan terbesar dan kebahagiaan dari semua orangtua.
Akan tetapi di balik kegembiraan itu terbisit kekhawatiran keamanan bayi yang dikandungnya tersebut. Kekhawatiran ini pada dasamya timbul karena harapan-harapan atas anak yang akan dilahirkannya. Oleh karenanya kenapa upacara nujuh bulanin sangat penting.
Daur Kehidupan “Nujuh Bulanin”
Pada usia kehamilan tujuh bulan, bayi yang dikandung telah berbentuk dan diberi roh oleh Tuhan. Dengan kata lain, pada usia demikian, si bayi sudah berada dalam keadaan sempuma. Akan tetapi, masa itu pun dianggap kritis dan riskan. Oleh sebab itu pula, dalam Nujuh Bulanin, dukun beranak ditunjuk sebagai pemimpin upacara.
Ia juga biasa memberikan petuah-petuah sebagai pengharapan terhadap bayi yang tengah dikandung. Misalnya, dalam mantera yang dibacakan oleh dukun beranak pada waktu memimpin upacara yang berbunyi:
assalamaamualiakum, waalaikum salam, sami Allah nutup iman, masukaaken si jabang bayi, masuk aken si putih, si jabang bayi rep sirep sing idup putih.
Assalaamualaikum, sekarang si jabang bayi lu ditutupi bulan, supaya lu selame t menjadikan orang bener, nanti kali udah waktu medal, eli surga yang lempeng, yang bener.
Bunyi mantera di atas mencerminkan harapan agar si bayi kelak dalam kehidupannya menempuh jalan “putih “, yakni jalan kebenaran.
Waktu penyelenggaraan upacara ini dilakukan pada bulan ketujuh kehamilan. Tanggalnya dipilih antara 7, 17, atau 27. Beberapa rangkaian kegiatan upacara meliputi, pembacaan ayat-ayat suci AI Quran, terutama Surat Yusuf. Dan dilanjutkan dengan meamndikan ibu yang dilakukan seorang dukun wanita, dilanjutkan oleh suami, orang tua (ibu) . Selesai acara memandikan, dilanjutkan dengan ‘ngorong a tau ngirag .
[…] yang kebanyakan dibacakan oleh kaum lelaki. Sementara sholawat yang dugunakan untuk keperluan “nujuh bulanin” biasanya dibacakan kaum […]