Sastra Lisan dalam Cerita Betawi

Sastra Lisan dalam Cerita Betawi

Sastra Lisan dalam Cerita Betawi — Dalam sastra lisannya, masyarakat Betawi mengenal bentuk-bentuk puisi, yakni pantun dan syair. Ini tergambar dari kesenian Betawi yang tidak dapat dilepaskan dari teater, cerita maupun lagu Betawi yang menggunakan pantun dan syair.

Puisi rakyat Betawi banyak mengandung nilai-nilai budaya yang juga menjadi ciri khas bagi masyarakat Betawi. Berdasarkan jenis masyarakat pendukung dan cara membawakannya, sastra lisan dalam cerita Betawi dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu sastra buleng, sahibul hikayat, serta gambang rancag.

  1. Sastra Buleng

Pertunjukan buleng merupakan sebuah pertunjukan tradisi lisan Betawi, pertunjukannya berupa pembacaan cerita – cerita bertema kerajaan dan juga rakyat. Kata buleng sebenarnya ialah nama atau sebutan untuk si pencerita.

Dalam pertunjukkan buleng biasanya hanya terdapat satu orang pencerita, yang biasa disebut sebagai buleng. Namun dewasa ini, pebuleng terkadang didampingi seorang pendamping cerita, yang berfungsi sebagai pembaca syair pembuka pertunjukan.

Baik dongeng maupun cerita biasa dibawakan oleh tukang cerita atau biasa disebut buleng. Dalam membawakan cerita, seorang buleng biasa menggunakan kalimat -kalimat liris. Judul -judul cerita yang sering dibawakan oleh seorang buleng diantaranya, Gagak Karancag, Telaga Warna, Dalem Bandung, Ciung Wanara, dan Raden Gondang.

Popularitas buleng di daerah pinggiran itu telah lama memudar seiring dengan kemajuan hiburan -hiburan elektronis sehingga mereka sudah jarang ditanggap dan lama -kelamaan kini seni sastra Betawi itu telah punah.

Tujuan pementasan Buleng ialah untuk menceritakan sebuah cerita yang sarat akan nilai -nilai moral. Cerita atau dongeng yang dibawakan (dipentaskan) memilki tema secara tersiratdi dalamnya, salah satunya pertunjukkan buleng oleh Suaeb Mahbub dengan judul “Ndeurep Kelabu”.

2. Sastra Sahibul Hikayat

Sastra sahibul hikayat merupakan jenis sastra lisan yang masih bertahan di kalangan masyarakat Betawi. Adapun orang yang menyampaikan atau menceritakan sahibul hikayat biasa disebut tukang cerita atau juru cerita atau juru hikayat.

Pertunjukan sahibul hikayat sebagaimana layaknya atraksi kesenian lainnya, dibawakan oleh pencerita, dalam hal ini sahibul hikayat atau tukang cerita, sang pencerita harus mampu membawakan cerita dengan kepiyawaian dalam menciptakan cerita dengan cara mengingat, apa yang diingat, diulang, diseru, dan ditegaskan oleh penutur cerita, yaitu tradisi Betawi yang bermacam-macam bentuk pengetahuannya yang tentu bisa diterima oleh masyarakatnya. Adapun kutipan awal cerita yang dituturkan oleh sahibul hikayat.

Sahibul hikayat digemari oleh masyarakat golongan santri, sebab bisa digunakan sebagai media dakwah. Dengan demikian, sahibul hikayat menjadi panjang, karena banyak ditambah bumbu-bumbu. Humor yang diselipkan disana-sini biasanya bersifat improvisatoristis. Kadang-kadang menyinggung-nyinggung suasana masa kini.

Setiap celah-celah dalam jalur cerita diselipakan dakwah agama Islam. Seperti cerita rakyat lainnya, sahibul hikayat bertema pokok klasik, yaitu kejahatan melawan kebajikan. Sudah barang tentu kebajikan yang menang, sekalipun pada mulanya nampak sengaja dibuat menderita kekalahan

3. Sastra Lisan Gambang Rancag

Rancagan berarti pantunan. Cerita yang dibawakan dengan dipantunkan, disebut cerita rancagan, atau cukup disebut rancag atau rancak berbentuk pantun berkait. Gambang rancag adalah seni sastra yang memiliki dua kata, yaitu gambang berarti musik pengiringnya dan rancag adalah cerita yang dibawakan dalam bentuk pantun berkait dan syair.

Kaitan antara kesenian gambang rancag dengan orkes gambang kromong menurut Japp Kunst (1934: 308; dalam Ruchiat 1981: 1) ditandai oleh peranan orang-orang Cina yang berhasil memasukkan unsur musik mereka yang diselaraskan dengan musik kaum pribumi.

Perpaduan lainnya yang juga dilakukan dengan memasukkan lagu-lagu Cina, seperti Sipatmo, Kongjilok, Phopantaw, Citnosa, Macutay, Cutaypan dan sebaginya. Sementara lagu-lagu pribumi yang biasa turut dimainkan dalam musik gambang kromong untuk selingan dalam pertunjukan gambangrancag, seperti lagu-lagu Jali-jali, Persi, Surilang, Bale[1]Bale, Lenggang Kangkung, Gelatik Nguknguk, Onde-Onde dan sebaginya.

1 Response

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.