Rancak Unik Rebana Biang Melintasi Perbatasan dan Zaman

Rancak Unik Rebana Biang Melintasi Perbatasan dan Zaman

Rancak Unik Rebana Biang Melintasi Perbatasan dan Zaman — Menilik dari latar belakang, wilayah sebaran, serta cara memainkannya, rebana biang termasuk salah satu rebana yang unik yang dimiliki Betawi. Rancak suara yang dihasilkan rebana biang tak asal seperti halnya rebana pada umumnya. Itu tak lain karena ia sebagai simbol perbatasan perkawinan antara kesenian Betawi yang notabene Islam dan non Islam.

Rebana yang berasal dari Arab membuat lagu-lagu yang dihasilkan bernuansa Arab dan Islam. Lagu Melayu, hingga kasidah yang ada di kampung-kampung Betawi tak lepas dari alunan rebana ketimpring, hadro Betawi, serta rebana Burdah. Demikian tercermin dari masyarakat yang tinggal di kampung-kampung tersebut yang taat beribadah pula. Misalnya, di Kalibata, Glogol Selatan, hingga Kramat Sentiong.

Menukil dari Penetapan Warisan Budaya takBenda Indonesia Tahun 2017 yang diterbitkan oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, rebana biang merupakan satu-satunya rebana Betawi yang unik.

Sebab, titik berat wilayah persebarannya berada di perbatasan kawasan Bogor membuatnya terpengaruh Sunda. Demikian kesenian yang kurang bernapaskan Islam, seperti Gambang Kromong, Lenong, Tanjidor, serta wayang kulit Betawi kerap berkolaborasi dengan rebana biang.

Imbasnya, rebana yang seharusnya akrab mengiringi lagu-lagu bernuansa Arab dan Islam, justru  kerap mengiringi tari atau teater. Misalnya, terlihat jelas dalam pertunjukan Tari Belenggo dan tater Topeng Blantek. Hanya rebana biang merupakan satu-satunya rebana yang mampu berkomunikasi dengan lagu-lagu bernuansa keagamaan dan bukan. Itulah kenapa rancak unik rebana biang mampu melintasi perbatasan dan zaman.

Ketidakfasihan yang Wajib

Meski rebana biang juga mampu mengiringi lagu-lagu bernapaskan Islam dan Arab, tapi memiliki ciri khas yang kuat dalam pengucapan syair-syairnya. Adapun syair-syair lagu berbahasa Arab yang dibawakan oleh rebana kebanyakan dengan tajwid dan mahraj yang benar. Namun, dalam syair bahasa Arab yang dibawakan oleh rebana biang dilafalkan dengan lidah Indonesia.

Ini dilakukan bukan karena tak mampu melafalkan sesuai tajwid dan mahraj yang benar. Namun, memang harus demikian. Ketidakfasihan ini, mungkin rebana biang ada persamaannya dengan kesenian rebana besar di daerah lain seperti “Terbang Gede” di Banten atau “Slawatan “ di Jawa Tengah Selatan, yang cara pengucapan lafadz Arabnya banyak disesuaikan dengan lidah setempat.

Wilayah penyebaran musik rebana biang adalah di Jakarta Selatan dan Bogor, yakni di sekitar jalan kereta api Jakarta Bogor mulai dari stasiun Kalibata sampai Bojonggede. Di luar itu Rebana Biang juga terdapat di beberapa kampung di wilayah Jakarta Timur dan Bekasi.

Kampung-kampung di Jakarta dan sekitarnya yang pada masa lampau atau sampai sekarang masih terdapat grup Rebana Biang, antara lain kampung: Kalibata, Tebet, Condet, Rembutan, Kalisari, Ciganjur, Bintaro, Cakung, Lubang Buaya, Sugih Tamu, Ciseeng, Pondok Cina, Pondok Terong, Sawangan, Pondok Rejeg, Gardu Sawah, serta Bojonggede.

Ramadani Wahyu

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.