Ambengan, Sholawat Barzanji hingga Minyak Wangi Iringi Perjalanan Selebrasi Tradisi Peringatan Maulid Nabi di Betawi

Selebrasi Tradisi Peringatan Maulid Nabi di Betawi

Selebrasi Tradisi Peringatan Maulid Nabi di Betawi – Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada 19 Oktober 2021 merupakan momen yang paling dirindukan oleh seluruh umat Muslim. Beragam perayaan budaya khas daerah turut mengiringi pada momentum lahirnya Nabi Muhammad SAW ini.

Betawi sebagai daerah yang lekat dengan kentalnya nilai-nilai Islam juga tak mau ketinggalan. Tradisi perayaan Maulid Nabi bukan ujug-ujug dilakukan, tapi memiliki perjalanan yang panjang dan hingga kini masih eksis diadakan.

Hal itu dibenarkan oleh KH. M. Lutfi Zawawi. Ditemui di Masjid Jami’an Nidzhom, Cipulir, Kebayoran Lama, KH. Lutfi menyatakan tradisi peringatan Maulid Nabi di Betawi dilakukan dengan tanpa mengurangi substansinya. Artinya, rangkaian inti kegiatan seperti ceramah perjalanan kisah Nabi Muhammad pembacaan puisi panjang Rawi al-Barzanji, kitab ad-Diba’i tetap dilakukan.

“Intinya secara substansi kita berusaha mensyukuri dan mencoba meneladani Nabi Muhammad sebagai bentuk kecintaan kita sebagai umat Muslim,” kata dia kepada senibudayabetawi.com, Selasa (19/10).

Ungkapan Rasa Syukur

Sementara, tradisi perayaan dalam peringatan momentum Maulid Nabi Muhammad di Betawi merupakan syiar yang penting sebagai wujud rasa cinta dan syukur. Ketua Umum Forum Ulama Habaib (FUHAB) DKI Jakarta ini menyatakan ada beberapa pergeseran tradisi dalam peringatan Maulid Nabi sekarang dengan zaman dahulu.

Tempo dulu, masyarakat Betawi semarak membuat ambengan yang berisi nasi dan lauk pauk dan dimakan bersama. Bahkan, sambung dia begitu kuat keinginan untuk berlomba-lomba memberikan yang terbaik, mereka rela mencopot sisi pintu masing-masing kemudian dihias sangat indah. “Mungkin kalau saat ini sudah langka. Tapi meski begitu semarak dan antusiasme memperingatinya masih sama,” imbuh dia.

Tradisi ambengan tempo dulu dirayakan secara meriah. Beragam jenis makanan khas Betawi seperti opor ayam hingga bandeng pesmol menjadi sajian yang ditunggu-tunggu. Tak tanggung-tanggung, bahkan bagi keluarga berada mereka bisa menyajikan satu ekor ayam tanpa dipotong.

Hal ini dibenarkan oleh Ketua DKM Masjid Jami’an Nidzhom H. Usman Abdul Roub. Berbeda dengan zaman sekarang yang cukup dengan makan bersama ala prasmanan di masjid. “Bisa jadi karena orang zaman sekarang ingin yang praktis dan cepat. Beda seperti dulu,” ujarnya.

Selain opor ayam atau pesmol bandeng, beragam lauk, sayur, hingga buah-buahan seperti pisang juga turut menyertai tradisi ambengan. Demikian lengkap dengan minuman limun zaman dahulu.

Narasi Kembang dan Minyak Wangi

Tradisi ambengan boleh saja mulai terkikis, tapi ada beberapa tradisi Betawi yang tak boleh terlewatkan, yakni pemberian minyak wangi saat pembacaan narasi asyrakal. Tampak di tengah-tengah peserta pembacaan Maulid Nabi Muhammad, sudah disiapkan kembang, air putih dan minyak wangi yang dioleskan pada tangan peserta.

“Ini tak lain wujud kita meneladani sifat Nabi Muhammad yang suka wangi-wangian. Tak ada niatan lain,” ungkap dia.

Demikian pula dengan adanya kembang yang biasanya juga banyak diambil oleh peserta Maulid Nabi. Mereka, sasmbung H. Usman mengambil kembang itu untuk dibawa pulang dan digunakan mandi. Selebrasi Tradisi Peringatan Maulid Nab tak mengurangi esensi, justru menyemarakkan. “Ini sebatas kepercayaan. Tapi kembang itu kan bikin tubuh harum dan segar. Jadi tidak ada salahnya juga,” pungkas dia.

Ramadani Wahyu

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.