Dahulu Haram Dimainkan Perempuan, Beginilah Tonil Samrah — Tonil samrah telah muncul di Betawi tepatnya sekitar tahun 1918. Sesuai namanya, tonil samrah merupakan jenis seni teater yang menggunakan iringan musik samrah. Pengembangan jenis teater bangsawan dan komedi stambul ini termasuk dalam kesenian kompleks. Pasalnya, hampir semua seni budaya Betawi masuk di dalamnya, seperti musik, pantun, tari, lawak, serta lakon.
Samrah berasal dari kata bahasa Arab, yakni samarokh yang memiliki arti berkumpul atau berpesta. Masyarakat Betawi mengucapkannya menjadi samrah.
Baca Juga: Agar Samrah tak Punah, Ini yang Dilakukan Sanggar Widya Pelangi
Konon, dalam kesenian Betawi, samrah menjadi jenis kesenian musik atau orkes dan tonil samrah. Tepatnya tahun 1920, perkumpulan tonil samrah yang eksis di Betawi pasti pernah membawakan beberapa lakon berikut ini, yakni Cik Siti, Tangis Si Mamat, Kasim Baba, serta Ibu Tiri.
Tonil samrah biasa menggunakan bahasa dengan Melayu Tinggi dengan kosakata bahasa Melayu Riau. Kendati demikian, bahasa tersebut dilafalkan dengan Melayu Betawi. Para pemain bisa main di atas panggung atau tidak.
Dahulu Haram Dimainkan Perempuan, Beginilah Tonil Samrah
Konon, semua pemain tonil samrah umumnya laki-laki. Perempuan tak boleh sama sekali ikut bermain, hukumnya haram. Mereka bermain tonil samrah seolah sekadar mencari hiburan, tak sekalipun ada imbalan honor. Itulah kenapa tempo dulu mereka asik saja bermain tanpa dibayar sepeserpun.
Tepatnya pada 1940, pada masa kependudukan Jepang, kesenian ini sempat menghilang. Lalu hadir kembali pada tahun 1950-an dengan nama baru Orkes Harmonium. Versi terbaru tonil samrah ini dikemas lebih rapi seperti halnya pementasan teater pada umumnya.
Demikian para perempuan diperkenankan untuk ikut bergabung. Tonil samrah yang dulunya menjadi media perlawanan terhadap penjajah kini lebih bernuansa komedi nan menghibur. Tokoh Betawi yang sempat turut mempopulerkan tonil samrah yaitu Firman Muntaco, Harun Rasyid, serta M. Ali Sabeni.
Ramadani Wahyu