Nuansa Semarak Masyarakat Betawi Tempo Dulu Menyambut Ramadan – Senibudayabetawi.com – Bulan Ramadan bukanlah sekadar bulan biasa. Paling tidak begitulah masyarakat Betawi tempo dulu memaknainya. Nuansa semangat dan semarak tak hanya terlihat pada wajah anak-anak Betawi, tapi juga semua lapisan masyarakat.
Mengutip Alwi Shahab dalam Robinhood Betawi: Kisah Betawi Tempo Doeloe (2001) mengungkap memasuki bulan Ramadan masyarakat Betawi disibukkan oleh beragam aktivitas kegiatan. Ngored, rowahan, penutupan pengajian bahkan telah dilakukan.
Alwi mengisahkan tentang Betawi tempo dulu sekitar tahun 1940 sampai 1950-an di mana sungai Ciliwung dulu lebarnya masih 4 kali lipat dari sekarang.
Tepat satu hari menjelang bulan Ramadan, para ibu-ibu melakukan siraman atau mandi di sungai Ciliwung. Sungai Ciliwung pada saat itu menjadi pusat kegiatan warga Jakarta. Bahkan, kapal pengangkut barang yang berlayar dari Bogor ke Muara Besar banyak lalu lalang melalui sungai ini.
Jaman dulu belum ada shampo atau sabun. Mereka pakainya merang. Merang tersebut dibakar hingga menghasilkan abu gosok yang dipercaya dapat membersihkan dan membuat rambut senantiasa sehat.
Sesampainya di rumah, ibu-ibu ini sibuk masak makanan macam-macam, seperti kue talam dan pacar cina.
Nuansa Semarak Masyarakat Betawi Tempo Dulu Menyambut Ramadan
Sementara untuk penetapan 1 Ramadan, di Betawi pada masa kolonial dilakukan oleh mufti. Tahun 1940-an ada mufti yang namanya Habib Usman bin Yahya. Mufti– sekarang disebut MUI memegang andil sebagai penentu jatuhnya awal puasa. Dan yang lebih dipakai metode rukyat, belum ada atau jarang sekali yang pakai hisab. Sehari sebelum puasa, diumumkan dengan bedug yang ditabuh dari siang sampai malam.
Selain bedug, alat komunikasi yang lazim digunakan saat itu untuk memberi tanda masuknya bulan Ramadan adalah petasan. Petasan digunakan sebagai alat komunikasi saat itu karena belum ada alat komunikasi canggih seperti sekarang. Petasan digunakan sebagai pengumuman. Anak-anak hingga orang dewasa asyik terlibat dalam kegiatan ini.
Menariknya, anak-anak Betawi tempo dulu telah dibiasakan dengan beribadah puasa. Untuk menambah semangat dan antusiasme mereka, pada sahur pertama mereka makan makanan Betawi yang enak-enak. Misalnya pesmol bandeng dan gurame.
Bersih Lahir dan Batin
Orang Betawi tempo dulu sebelum puasa harus melakukan bersih-bersih diri baik lahir maupun batin. Mereka biasa keramas, mandi dengan gosokan batu dan agar lebih wangi mereka biasa menggunakan kembang. Selain itu, kuku kaki dan tangan dikerik pakai beling, serta menggosok gigi dengan batu merah.
Penyambutan bulan Ramadan benar-benar maksimal dilakukan sehingga nuansa Betawi zaman dahulu masih kental. Sehingga nantinya masyarakat Betawi bisa menjalankan ibadah puasa lebih fokus dan khusuk.
Tentang takbiran, anak-anak muda Betawi saat itu pun berpawai merayakan malam Idul Fitri. Bedanya, kalau saat ini pawai takbiran menggunakan mobil atau motor, dulu mereka berpawai menggunakan becak. Mereka keliling Jakarta pakai becak sewaan. Sewanya Rp 5. Mulainya pukul 22.00 sampai pukul 05.00 pagi.
[…] – Penentuan awal bulan, baik Ramadan maupun Syawal tak bisa ditentukan sembarangan, termasuk menggunakan ilmu falak. Seperti halnya […]