Senibudayabetawi.com – Keroncong merupakan salah satu genre musik yang berkembang luas di Indonesia, termasuk keroncong Surakarta yang sangat populer. Ciri khas penyanyi keroncong sangat kuat, baik dalam penggunaan cengkok hingga gregel. Tak ayal jika musik keroncong kerap disosialisasikan lekat dengan Surakarta. Padahal, musik ini tak hanya dimiliki oleh Surakarta, tapi juga keroncong Tugu dari Jakarta Utara dengan karakter yang tak kalah kuat.
Melansir Gaya Menyanyi pada Musik Keroncong Tugu, karya Pinta Resty Ayunda, dkk ditinjau dari aspek gaya menyanyi, musik ini memiliki keunikan tersendiri, yaitu berdasarkan pada metrum yang sangat kuat. Tak heran jika nggandul, cengkok, gregel, hingga portamento tak pernah digunakan oleh para penyanyi di sini.
Baca Juga: Merawat Warisan Keroncong Tugu Sepanjang Waktu
Lagu-lagu yang kerap dibawakan oleh keroncong asal Jakarta Utara ini pun umumnya menggunakan teks dalam Bahasa Portugis,Hindia Belanda juga Bahasa Indonesia atau Melayu. Gaya menyanyi dan penggunaan bahasa ini memperlihatkan identitas tersendiri.
Kendati demikian, keunikan gaya tersebut tidak mengurangi estetika dan keindahan nyanyian pada vokal para senimannya. Selain itu, gaya penyanyi keroncong ini juga tidaklah sama semua. Ada yang mengacu pada aturan umum dengan metrum yang tepat. Akan tetapi ada pula penyanyi yang mencoba menggunakan ornamen portamento dan teknik nggandul ketika menyanyikan lagu-lagu dalam keroncong Tugu.
Keroncong Tugu Cafrinho
Keroncong Tugu memiliki ciri khas tersendiri. Misalnya, terdiri atas berbagai alat musik seperti alat musik macina, frunga serta jitera. Ketiganya berasal dari kayu kembang kenanga. Adapun untuk alat musik frunga dan jitera apabila dipetik menghasilkan bunyi “crong crong”.
Salah satunya yaitu Orkes Keroncong Tugu Cafrinho. Di bawah kepemimpinan Guido Quiko, generasi keempatnya, orkes ini menyimbolkan identitas musik di Tugu, Jakarta Utara. Diketahui orkes ini didirikan pada 1925 oleh Joseph Quiko. Jauh sebelumnya, orkes ini bernama Orkes Poesaka Krontjong Moresco Toegoe Anno yang didirikan pada 1661. Tepatnya, bebarengan dengan tahun pembebasan tawanan Portugis dan budak yang berasal dari India oleh pemerintah Belanda.
Kemudian, adik-adik Joseph meneruskan kelompok ini. Mereka adalah Jacobus Quiko dan Samuel Quiko. Namun, pada 1991, Orkes Poesaka Krontjong Moresco Toegoe Anno berubah menjadi Cafrinho yang artinya ‘bermai-ramai’.
Ramadani Wahyu