Senibudayabetawi.com – Etnis Tionghoa telah ada di Indonesia sejak masa kolonialisasi Belanda. Kedatangan mereka ke Nusantara tak lain yakni mengadu nasib melalui berdagang. Namun, ada pula yang merupakan utusan langsung dari dinasti yang berkuasa di Tiongkokuntuk membina persahabatan dengan negara-negara di sekitarnya, seperti Laksmana Cheng Ho. Dalam perkembangannya, pengaruh China tampak nyata, khususnya terlihat dalam silat di Betawi.
Dalam WNI Keturunan Tionghoa dalam Stabilitas Ekonomi dan Politik Indonesia karya Suhandinata (2009), imigrasi massal pertama (1860-1890) yakni sekitar 318.000 pendatang baru; 40% jumlah itu (128.000) bermukim di Jawa, sedangkan 60% (190.000) menambah populasi Tionghoa di pulau-pulau lain—terutama pesisir timur Sumatra, Bangka dan Belitung.
Meskipun ada gelombang pendatang baru dalam jumlah besar dalam periode ini, komunitas didominasi oleh keturunan Tionghoa kelahiran lokal, yang umum dikenal dengan sebutan peranakan.
Tak hanya para pedagang, hingga utusan negara, sejak lama etnis Tionghoa dikenal akan keterampilannya dalam bela diri atau ahli kungfu. Mereka juga turut masuk ke dalam gelombang massal pendatang baru. Biasanya, keahlian mereka merupakan keahlian
yang diwariskan secara turun-temurun dari keluarga dan disembunyikan.
Adapun tujuan mereka terus mengasah keterampilan kungfunya yakni untuk mempertahankan diri dan pengaman barang dagangan atau harta berharga yang dibawa.
Selain itu, pada zaman dinasti Qing beberapa pemberontak dari perkumpulan atau sekte yang melawan pemerintah mempunyai kemampuan bela diri. Di antara mereka ada juga yang melarikan diri ke Asia Tenggara dan membawa serta ilmu kungfu.
Kedatangan etnis Tionghoa dalam periode waktu yang berbeda membawa unsur-unsur budaya Tionghoa ke Nusantara. Akulturasi dengan budaya setempat perlahan-lahan diterima dan mengakar dalam budaya lokal Nusantara. Kata-kata serapan bahasa Mandarin atau bahasa daerah di Tiongkok, seperti: lobak, becak, cincau, lonceng, mangkok, lihai, jamu, pisau. Selain itu, dalam masakan di Nusantara yang sering ditemukan, seperti mie, bakso, pangsit, singkong, soto.
Akulturasi Silat
Etnis Tionghoa banyak tersebar di wilayah seperti Jakarta Pusat, Jakarta Barat hingga Tangerang. Otomatis, proses akulturasi di wilayah ini berjalan baik seiring hubungan baik yang terjalin antara etnis Tionghoa dan Betawi. Ibarat mulut dan gigi, begitu ungkapan untuk menyatakan hubungan mereka. Dalam Akulturasi Kungfu Tiongkok dalam Pencak Silat Betawi, Agustinus Sufianto menyebut beberapa maen pukulan yang mendapat akulturasi dengan kungfu Tiongkok diantaranya Beksi, Mustika Kwitang, Sabeni, Langkah Empat Kelima Pancer sert Terazam.
[…] atau maen pukulan di Betawi banyak dipengaruhi oleh tradisi silat Tiongkok. Salah satunya aliran Langkah Empat Kelima Pancer. Aliran yang kali pertama berkembang di Kalibata ini dibawa oleh Guru Ong, seorang Tionghoa […]