Pendidikan Islam

Pendidikan Islam di Betawi Awal Abad ke- 20

Senibudayabetawi.com – Masyarakat Betawi tak bisa terlepas dari nilai-nilai agama religius Islam. Pengalaman di masa lalu akibat tekanan penjajah dari berbagai sektor dan ketidakberdayaan masyarakat di bawah kekuasaan kolonial Belanda menyebabkan agama menjadi pelipur lara sekaligus pegangan. Agama benar-benar menjadi ruh dan simbol perjuangan melawan penjajah. Salah satu cara regenerasinya yaitu melalui pendidikan Islam.

Tak berlebihan jika Buya Hamka kemudian melihat keteguhan masyarakat Betawi bagaikan minyak dan air, meski diaduk sekuat tenaga tapi tetap terpisah. Sebab, Betawi dan Islam bagai dua hal yang tak dapat dipisah. Hal ini terbukti dengan kedudukan alim ulama (guru, ustadz dan mualim) yang memiliki peran krusial dalam memimpin masyarakat Betawi. 

Tak hanya sebagai pemimpin,ulama Betawi telah memainkan peranan yang sangat nyata dan signifikan. Salah satunya mendidik masyarakat  Betawi  agar konsisten  dan istiqamah  menghadapi penjajahan. Para  ulama ini merupakan kelompok  terdidik  punya  kemampuan    mengembangkan    solidaritas    di kalangan masyarakat   Betawi.   Mereka kebanyakan telah belajar ilmu dari tanah air maupun Timur Tengah. Berikut pendidikan Islam pada abad ke- 20 yang dikembangkan oleh para ulama Betawi.

1.Majelis Taklim

Pengalaman belajar  para ulama di Tanah Suci yang biasanya membentuk halaqah di masjid menjadi cikal bakal majelis taklim di Betawi. Majelis taklim merupakan instusi  pendidikan  yang  memilikifungsi strategis dalam memaksimalkan masjid sebagai tempat pendidikan umat.

Pasalnya, sebagian besar majelis ta’lim khususnya  di  Betawi,  menjadikan  masjid  sebagai  tempat sentralnya. Meski begitu, majelis taklim Betawi biasanya tidak terbatas di  masjid  yang  berlokasi  dekat  rumahnya,  tapi menjangkau  ke berbagai  tempat  yang  jauh.  

Kitab-kitab  yang  dibahas  dan  ditamatkan yaitu kitab  mu’tabar, Alqur’an  dan tafsirnya, hadits dan ulumul hadits, fiqih dan usuhul fiqih serta kitab – kitab kajian tasauf.

2.Model Madrasah

Pengembangan  pendidikan model  madrasah  banyak  dilakukan  oleh ulama  Betawi  abad  ke – 20.  Bahkan  madrasah – madrasah  yang  didirikan  oleh ulama Betawi berdampingan dan dipadukan dengan pengajian model halaqah di masjid. 

Para ulama Betawi abad ke – 20 banyak mendirikan madrasah di usia muda.  KH. Abdullah Syaf’i mendirikan madrasah Islamiyah di usia 18 tahun (1928), KH.Noer Ali mendirikan madrasah At Taqwa pada usia 28 tahun (1941), KH. Hasbiyallah mendirikan Al Wathaniyah pada usia 22 tahun (1935), KH. Ahmad Mursyidi mendirikan madrasah Raudhatul Atfal pada usia 19 tahun (1934) yang dilanjutkan dengan mendirikan madrasah Al Falah di usia 35 tahun (1950), KH.Zayadi Muhajir mendirikan Az Ziyadah saat usianya 25 tahun (1943), KH.   Thohir Rohili mendiri kan At Thahiriyah pada usia 31 tahun (1951),dan KH. Abdul Hanan Sa’id mendirikan ma’had Ta’limil Qur’an dan Manhalun Nasyi’in pada usia 28 tahun (1951)

Madrasah merupakan model pendidikan yang telah dikenal dalam sejarah pendidikan Islam   khususnya   di   Makkah  dan   Madinah   sejak  abad   ke-12. Madrasah ini terus berkembang hingga masa kedatangan orang Islam Nusantara.

3.Pesantren

Berbeda dengan ulama di Jawa, yang pada umumnya mengembangkan pondok  pesantren,  para  ulama  Betawi  tetap  setia  dengan  model  halaqah  di masjid – masjid,  sebagaimana  mereka  alami  di  Tanah  Suci.  Di  antara  ulama Betawi  abad  ke-19,  hanya  Guru  Marzuki  Klender  yang  mendirikan  pesantren dengan  santri  mukim  sekitar  50  orang. Tapi kemudian  tidak  dapat  bertahan sepeninggalnya.

Pesantren  yang  merupakan  salah  satu  lembaga  pendidikan  tertua  di Indonesia,  kenyataannya  kurang  banyak  diminati  oleh  orang – orang  Betawi.

Bahkan  di  awal  abad  ke- 20  keberadaan  pesantren  di  tanah  Betawi  mungkin hanya hitungan jari saja. Kalaupun sekarang banyak berdiri pesantren di Jakarta, justru  banyak  didirikan  oleh  ulama – ulama  pendatang  dan  bukan  ulama  asli Betawi. Mungkin hanya pondok pesanten Asy Syafi’iyah di masa awal abad ke -20 yang didirikan oleh ulama Betawi.

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.