Senibudayabetawi.com – Banyak anggapan bahwa tingkat pendidikan masyarakat Betawi tempo dulu rendah, bahkan tak berpendidikan. Lekatnya jejak Islam di Betawi yang sangat kontras dengan pendidikan ala barat pemerintahan kolonial membuat masyarakat Betawi “anti pendidikan sekuler”. Terlebih dengan adanya pendidikan Islam informal di Indonesia.
Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia. Berkembang mulai abad ke-20, pendidikan Islam dikembangkan oleh para ulama di Betawi. Misalnya, mulai dari majelis taklim, model madrasah, hingga pesantren. Pesantren yang merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia, kenyataannya kurang banyak diminati oleh orang – orang Betawi.
Dalam Perubahan Pola Pendidikan Masyarakat Betawi mengungkap kondisi pendidikan Islam yang sedemikian kontras dengan pendidikan ala barat. Pendidikan pemerintah kolonial Belanda ini mulai dibangun pada abad ke-17. Pendidikan kolonial ini bersifat “sekuler”, tidak mengajarkan sama sekali ilmu agama di sekolah-sekolah pemerintah.
Sama halnya dengan pendidikan Islam kala itu juga tidak mengajarkan sama sekali ilmu-ilmu umum. Kenyataan inilah yang membuat terpolanya pendidikan di Indonesia ketika itu menjadi dua sistem yang saling kontras tersebut.
Pendidikan dan Masyarakat Betawi Masa Kolonial Belanda
Sekolah pertama di Jakarta dibuka tahun 1630 untuk mendidik anak Jawa dan Belanda. Adapun tujuannya diarahkan agar menjadi pekerja di V.O.C. Sekolah ini berkembang pesat, pada tahun 1636 bertambah menjadi 3 sekolah dan pada tahun 1706 telah ada 34 guru dan 4873 murid. Adapun kurikulum, sekolah-sekolah selama V.O.C. bertalian erat dengan gereja.
Sekolah-sekolah ini tak sekadar sebagai sarana menggali pengetahuan, tapi juga untuk menyebarkan agama Kristen. Berdasarkan intruksi „‟Heeren XVII‟‟, badan tertinggi V.O.C. di negeri Belanda tahun 1617, gubernur di Indonesia harus menyebarluaskan agama Kristen dan mendirikan sekolah untuk tujuan itu.
Menurut peraturan sekolah tahun 1643 tugas guru ialah: memupuk rasa takut terhadap Tuhan, mengajarkan dasar-dasar agama Kristen, mengajar anak berdo‟a, bernyanyi, pergi ke gereja, mematuhi orang tua, penguasa, dan guru. Semua sekolah di suatu wilayah berada di bawah pengawasan pendeta.
Politik pendidikan pada masa kolonial juga sangat jelas terlihat yang mengarah pada kepentingan pemerintah kolonial semata. Ketimpangan fasilitas pendidikan juga terlihat kontras antara pendidikan Belanda dan pribumi.
Sekolah rendah sebelum 1892 sangat sederhana dengan fasilitas gedung tak memadai. Sekolah yang semula khusus untuk pendidikan anak kaum priyayi ini lambat laun dimasuki oleh anak-anak golongan rendah. Pemerintah Belanda khusus menerapkan diferensiasi dalam pendidikan golongan atas dan rendah atau dikenal sekolah kelas satu dan dua.
Perkembangan pendidikan mulai mengalami kemunduran imbas konflik di dalam V.O.C yang mengalami krisis keuangan. Kondisi ini berimbas pada pendidikan dan sekolah-sekolah. Hingga akhirnya tahun 1816 V.O.C. pun berakhir.
Pendidikan dan Masyarakat Betawi Masa Kemerdekaan
Pendidikan dalam masyarakat Betawi berkembang seiring gaung kemerdekaan bangsa Indonesia atas dasar UUD 1945 dan falsafah Pancasila. Kesetaraan dalam pendidikan UUD 1945 pasal 31 ayat 1. Ini juga tak lepas dari peran pengabdian dan pengorbanan para guru, kyai, ustadz-ustadz dalam pergerakan untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa.
Pendidikan di zaman modern ini sangatlah jauh berbeda sekali dengan pola pendidikan pesantren dan pola pendidikan di masa kolonial Belanda. Saat itu, pribumi (masyarakat Betawi) tidak mendapatkan kesempatan pendidikan dan hanya terbatas pada status sosialnya saja.
Maraknya orang Betawi ke sekolah umum dimulai sejak lahirnya Orde Baru seiring dengan perekonomian masyarakat Betawi semakin membaik. Sekurang -kurangnya setiap keluarga Betawi anaknya tamatan SD, SMP, SMU sederajat bahkan ada yang menamatkan sekolah Pendidikan Tinggi.
Ramadani Wahyu