Tren Mode Fashion Etnis Tionghoa di Batavia

Tren Mode Fashion Etnis Tionghoa di Batavia

Senibudayabetawi.com – Tak hanya budaya yang berakulturasi, tapi juga fashion saat masa kolonialisme Belanda. Perubahan tren mode tampak mencolok pada pakaian tradisional Cina yang juga mempengaruhi pakanan tempo dulu di Batavia

Pada akhir XIX hingga 1942, pakaian tradisional Cina sempay mengalami akulturasi dengan mode Eropa. Misalnya yang sedianya bersifat panjang menjadi lebih pendek, dari yang sebelumnya berat menjadi ringan, serta dari kebaya menjadi rok dan jas serasi. 

Masyarakat Tionghoa pada umumnya mengenakan pakaian yakni baju tungsha atau baju rwikim. Pakaian ini kerap dikombinasikan dengan celana komprang (longgar) sebagai pakaian sehari-hari. 

Baju rwikim adalah baju orang Tionghoa tanpa leher serta memiliki panjang seperti baju koko orang muslim. Baju tersebut memiliki bukaan di bagian tengah dengan lima buah kancing yang terbuat dari hasil dipilin.

Perbedaan baju rwikim orang kaya dan tidak dapat dibedakan dengan terdapatnya niah (semacam kerah di bagian leher). Pakaian twikim berkerah hanya untuk pejabat Tionghoa yang diangkat pemerintah Belanda. 

Demikian halnya dengan pakaian tradisional Cina untuk perempuan. Pakaian untuk sehari-hari nyonya Tionghoa yaitu baju kurung pendek (sekarang disebut kebaya encim). Namun ketika pada hari perayaan atau hari istimewa, mereka akan mengenakan pakaian tersebut hingga mencapai lutut (disebut dengan tungsa).

Akulturasi dengan Pakaian Eropa

Memasuki abad XX, pakaian Eropa mulai diminati masyarat elite Tionghoa. Orang Tionghoa pertama yang mengenakan pakaian Barat dan memotong kuncirnya adalah Oey Tiong Ham. 

Pencapaian tersebut melalui kerja keras pengacara Mr. C.W. van Heeckeren, dan kemudian mendapat dispensasi khusus dari gubernur jenderal. Meski demikian, pada akhir 1899, surat kabar De Locomotief, 30-12-1899, mencatat bahwa orangorang Tionghoa sudah banyak yang berpakaian ala Eropa dan hal tersebut telah menjadi pemandangan sehari-hari. 

Mereka hanya dapat dibedakan dari rambut kelabang (tauchang) mereka (Van Dijk, 2005, 85). Kemudian, pasca 1905, orang Tionghoa yang mendapatkan status dipersamakan (gelijkgesteld) mulai dibebaskan untuk menggunakan pakaian Barat. 

Semakin menjamurnya penggunaan pakaian Barat oleh orang Tionghoa dikarenakan pakaian Barat dinilai lebih modern dan membanggakan dibandingkan dengan pakaian tradisional Cina. Orang Tionghoa generasi pertama cenderung tetap memegang teguh kebudayaan asal namun tidak halnya dengan generasi kedua dan seterusnya.

Ramadani Wahyu

1 Response

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.