Senibudayabetawi.com – Di era teknologi seperti saat ini iklan kerap kali menyusup ke berbagai saluran, seperti website, televisi, media sosial, koran, hingga tabloid. Di dalamnya tak sekadar memuat persuasi pada khalayak, tapi mencerminkan budaya pada zamannya. Tak terkecuali iklan pertama kali di Batavia.
Iklan telah hadir sejak masa kolonial Belanda, tepatnya pada tahun 1744 seiring terbitnya surat kabar pertama, Bataviasche Nouvelles. Surat kabar ini dapat diterbitkan berkat octrooi (izin) yang dari Gubernur Jenderal Van Imhoof kepada Jan Erdeman Jordans selaku penerbit.
Uniknya, pada awal kemunculan iklan di surat kabar tersebut menampakkan ciri khas yang mencolok, yakni didominasi oleh produk-produk impor yang segmennya terbatas. Demikian setelah terbitnya Bataviasche Nouvelles muncul berbagai surat kabar dan media cetak lain.
Misalnya, mulai dari Bataviasche Koloniale Courant, Java Bode, de locomotief, Bataviasche Niewsblad, Sin Po, majalah d’Orient dan Majalah Star Weekly.
Namun, seiring berkembangnya waktu, iklan menarik perhatian masyarakat lokal. Ini dibuktikan dengan kemunculan berbagai produk lokal seperti teh, kain hingga tembakau.
Perkembangan Iklan Semakin Pesat
Melansir Gaya Hidup Masyarakat Perkotaan Jawa dalam Iklan Media Cetak (1930-1942), jurnal Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Siliwangi rupanya perkembangan iklan tak lepas dari UU Agraria pada 1870. Kebijakan ini berdampak signifikan terhadap kehidupan perekonomian di Hindia Belanda, terutama Pulau Jawa.
Sejak implementasi kebijakan ini, modal swasta mulai mendominasi menggantikan perusahaan negara. Imbasnya, pertumbuhan iklan pasca tahun 1870 bergantung pada modal swasta.
Hingga pada periode 1930-an, industri berskala kecil turut menggunakan jasa iklan. Mereka yang biasanya memanfaatkan jasa biro reklame diantaranya iklan film bioskop, lowongan pekerjaan, pemasangan undian, hingga penjahit. Bahkan, saat itu ada beberapa iklan pernikahan, wisata hingga kematian.
Sejak periode ini, biro-biro iklan baru mulai menjamur kembali, hingga ke luar Batavia. Sebagian besar milik orang Tionghoa, seperti Lam Hong & Co dan N.V Kian Kwan yang berdomisili di Semarang. Ada pula biro reklame milik orang Eropa, yakni Succes, yang berdomisili di Batavia dan Semarang.
Pada periode ini pula turut berkembang tuntutan klien untuk membuat pesan-pesan iklan yang lebih efisien dan terfokus. Itu artinya, para biro reklame dituntut menyederhanakan iklan-iklan yang mereka ciptakan, baik dalam bentuk verbal maupun dengan ilustrasi.
Keberadaan iklan tak sekadar mendongkrak usaha. Namun, di berbagai negara seperti Jepang juga sebagai kekuatan baru untuk menanamkan pengaruh politiknya, baik terhadap penduduk Bumiputera maupun Tionghoa dan Eropa. Ini tak lain karena rekam jejak sejarahnya iklan pertama kali di Batavia.