Seni Arsitektur pada Makam Pejuang Islam di Betawi

Seni Arsitektur pada Makam Pejuang Islam di Betawi

Senibudayabetawi.com – Keberadaan makam, terutama makam para tokoh pejuang Islam di Betawi tak sekadar sebagai tempat bersemayam jenazah. Tapi juga kerap arsitekturnya memuat nilai estetis.

Sejak keruntuhan Sunda Kelapa ke tangan Falatehan (Fatahillah) yang kemudian mengganti namanya menjadi Jayakarta pada 1527, mulai bermunculan pemakaman pejuang Islam dengan beragam seni arsitekturnya.

Ini karena dalam seni arsitektur makam Islam tak memberikan pedoman dan dibebaskan mengekspresikan potebsi makam tersebut.

Nilai Islam hanya mempersyaratkan tata letak hadap sebuah makam yakni kepala menghadsp ke bagian utara dsri mata angin. Sementara kaki di bagian selatan.

Keberadaan makam di dalam lingkungan masjid banyak dijumpai di masjid-masjid kuno di Jakarta. Mulai dari masjid Angke, masjid Tambora, masjid Al-Mansyur, masjid Luar Batang hingga masjid Jatinegara Kaum.

Biasanya pemakaman di masjid diperuntukkan pada para sultan dan kerabatanya, tokoh penting, pejuang hingga ulama penyebar agama Islam.

Melansir… berkembangnya seni arsitektur makam terkait erat dengan peran dan fungsi makam itu sendiri. Pertama, makam sebagai sarana penghubung antara orang yang meninggal dan orang yang masih hidup.

Selain itu, seorang pemimpin atau orang terpandang di tengah masyarakat akan menjadikan makam sebagai bentuk perhatian besar pemimpin pada rakyat atau umatnya. Berikut kami ulas berbagai makam dalam masjid beserta seni arsitekturnya.

Pertama, yakni makam Pangeran Jayakarta dan keluarganya. Bangunan cungkup berbentuk bujur sangkar di sebelah barat masjid dengan posisi serong di kiri depan masjid.

Sementara bagian nisannya berbentuk pipih berukir dengan hiasan kurawal dan berupa lekukan dengan hiasan sulur bunga dan daun.

Lima makam dalam cungkup hanya Pangeran Ahmad Jacetra yang memiliki nisan di bagian kepala dan kaki jirat. Sementara empat makam lainnya hanya terdapat pada bagian kepala jirat makam.

Kedua yakni makam keramat Al-Habib Pangeran Syarif Hamid bin Sultan Syarif Abd Rahman Al-Kadrie yang ada di Masjid Angke.

Bangunan cungkup berada di depan Masjid Angke dengan jarak 25 meter yang dipisahkan oleh sebuah jalan kecil yang disebut Gang Masjid. Namun, pada bagian cungkup yang terbuat dari kayu sama sekali tak terdapat ragam dan pola hias.

Bagian kaki nisan berbentuk empat persegi panjang. Sementara bagian badan nisan bulat lonjong. Pada bagian bahu berbentuk lingkaran, puncak berbentuk bawang.

Batu nisan ini tak memiliki ragam hias dan dipotong searag. Adapun tinggi nisan mencapai 65 sentimeter dan bagian dasarnya yakni 5 sentimeter.

Ketiga yakni cungkup Masjid Tambora yang berada di tanah datar sebelah timur masjid dengan jarak 6 meter. Bagian cungkup berbentuk empat persegi panjang

Di lingkungan Masjid Tambora hanya terdapat dua makam yakni Kyai Haji Moestodjib di seleh Barat dan makam Ki Daeng di bagian timur. Di sisi selatan terdapat tempat berwudlu dan berbatasan dengan tembok rumah warga.

Adapun jiratnya berbentuk empat persegi panjang, tidak mrmiliki ragam hias. Jirat berbentuk keramik berwarna biru berukuran 20 sentimeter.

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.