Senibudayabetawi.com – Berbagai perayaan budaya dimeriahkan dalam rangka menyemarakkan bulan suci Ramadan. Salah satunya melalui gelaran Festival Beduk Tingkat Kota oleh Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Selatan. Lomba ini akan berlangsung 14 April 2023 nanti.
Kepala Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Selatan Puspla Dirdjaja menyatakan lomba ini kembali digaungkan setelah hampir tiga tahun absen karena kondisi COVID-19. “Insya Allah akan dilaksanakan pada 14 April 2023 di halaman Kantor Walikota Kota Administrasi Jakarta Selatan,” kata dia dalam keterangannya.
Ia menyebut bahwa acara lomba ini mulai dari tingkat kecamatan se- Kota Administrasi Jakarta Selatan. Pemenang juara pertama berhak menjadi peserta selanjutnya mewakili kecamatan pada Festival Beduk tingkat Kota Administrasi Jakarta Selatan.
Puspla menambahkan, tujuan kegiatan ini tak lain memberikan aktivitas positif di bulan suci Ramadhan. Harapannya, lomba beduk ini bisa terus terlaksana setiap tahun untuk memberikan kegembiraan bagi warga masyarakat dalam bulan suci Ramadhan.
“Dalam kegiatan ini, Suku Dinas Kebudayaan Kota Administrasi Jakarta Selatan juga membantu penyediaan pemakaian beduk, piala dan uang pembinaan. Selain itu, memberi dukungan penampilan kesenian Islami dari sanggar binaan untuk memeriahkan acara,” tuturnya.
Muasal Beduk
Beduk tak sekadar dimanfaatkan sebagai penanda umat Islam akan melakukan ibadah sholat. Namun, sebagai bagian dari budaya untuk mengiringi berbagai kesenian. Beduk menjadi alat tabuh populer di Betawi karena kedekatan Betawi dengan nilai Islam.
Berasal dari India dan Cina, awal mulanya beduk masuk ke Indonesia merupakan hadiah dari laksamana Cheng Ho kepada Raja Jawa. Raja di Semarang mengatakan ingin mendengarkan suara beduk dari Masjid. Sejak itulah, beduk kemudian menjadi bagian dari masjid, seperti di negara Cina dan Jepang yang memposisikan beduk dikuil-kuil sebagai alat komunikasi ritual keagamaan.
Pada abad 14-15 Masehi Islam masuk ke Kerinci, bersamaan dengan itu tradisi beduk yang ada di masjid atau surau turut diterapkan juga di Kerinci untuk memberitahukan mengenai waktu sholat atau sembahyang.
Uniknya, beduk di Kerinci bukan hanya untuk penanda waktu sholat dan tabuh kesenian. Akan tetapi, juga sebagai sarana komunikasi untuk berkumpul dan menandai peristiwa tertentu.
Namun, kondisi berbeda semenjak masa Orde Baru berkuasa. Beduk pernah dikeluarkan dari surau ataupun masjid karena mengandung unsur-unsur Non-Islam. Imbasnya, beduk diganti dengan pengeras suara untuk menandakan waktu sholat dan pemberitahuan peristiwa tertentu.
Oleh karena itu beduk di Kerinci atau sering disebut “Tabuh” oleh masyarakat Kerinci tidak digunakan lagi. Akan tetapi tidak dihilangkannya atau dimusnahkan. Melainkan tabuh tersebut di dekat rumah adat ataupun ditempat khusus dekat masjid kuno. Tabuh akan digunakan pada saat acara adat, saat darurat seperti bencana untuk penanda bahaya.