Pelarangan Gaya Hidup Mewah di Masa VOC 

Pelarangan Gaya Hidup Mewah di Masa VOC 

Senibudayabetawi.com – Gaya hidup mewah yang belakangan marak dipamerkan oleh beberapa pejabat negara di medsos terus menjadi sorotan. Namun, tahukah kalian sobat senibudayabetawi, bahwa gaya hidup mewah ini pernah dilarang di masa kolonialisme Belanda. Alasannya, untuk menegaskan perbedaan status sosial antara pemerintah Belanda, China dan masyarakat Batavia.

Sudah menjadi hal umum bahwa penampilan menunjukkan status sosial seseorang. Tahun 1742, pemerintah kolonial secara sengaja membuat peraturan yang mengharuskan setiap etnis menggunakan pakaian yang khas. Tujuannya untuk mempermudah dalam membedakan antar suku dan mempertegas perbedaan kelas. 

Misalnya lelaki Jawa bertelanjang dada dan mengenakan kain di sekitar pinggang mereka. Sementara lelaki Ambon melilitkan kain katun di seputar kepala mereka, kedua ujungnya menggantung, dan menghiasi kain penutup kepala ini dengan berbagai macam bunga. 

Aturan ini juga berlaku untuk orang Tionghoa. Mereka diwajibkan untuk berpakaian layaknya etnis Cina 

daratan (Mainland) dan tidak diperbolehkan mengadopsi pakaian masyarakat pribumi atau bahkan Eropa.

Gubernur Jenderal Rikcklofs van Goens pernah membatasi cara pakaian pada Juli 1680. Tujuannya agar hanya pejabat tinggi VOC dan keluarga mereka yang berhak memakai model dan jenis pakaian serta perhiasan.

Bahkan, pada Juni 1658 dan Maret 1683 aturan tersebut dipertegas dengan alasan untuk mencegah tindak kejahatan di malam hari. Selanjutnya pada 1729 telah turut diberlakukan pembatasan hak menggunakan payung khusus yang berstatus koopman atau pedagang kelas atas. 

Jacob Mossel merupakan gubernur jenderal yang menanggapi permasalahan tersebut dengan serius. Ia mengeluarkan  standarisasi penampilan penduduk Batavia dari kalangan atas dalam bentuk “Peraturan 30 Desember 1754” untuk membatasi gaya hidup mewah yang berlebihan. 

Mulai dari penggunaan kereta, jenis kuda dan berapa ekor kuda yang dibolehkan dalam sebuah kereta. Sebagai contoh, hanya kereta gubernur jenderal yang boleh ditarik oleh enam kuda, sampai kepada payung, dan perhiasan yang boleh dikenakan. Demikian halnya dengan berapa banyak budak yang diizinkan untuk mengiringi.

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.