Jengkol di Mata Masyarakat Betawi

Jengkol di Mata Masyarakat Betawi

Senibudayabetawi.com – Semur jengkol identik dengan makanan khas Betawi yang tiada duanya. Ini karena masyarakat Betawi tempo dulu banyak menanam pohon jengkol di pekarangan rumahnya. Di balik baunya yang menyengat, ternyata jengkol di mata masyarakat Betawi telah dimanfaatkan sebagai bahan makanan sejak zaman pemerintahan kolonial Belanda.

Setidaknya terdapat dua daerah penghasil jengkol terbesar masa itu yakni di Pindok Gede dan Lubang Buaya. Bahkan, kegemaran masyarakat Nusantara dalam memakan jengkol sudah ditemukan sejak zaman Letnan Gubernur Hindia Belanda, Thomas Stamford Raffles dalam The History of Java (1817). 

Selain memiliki cita rasa yang cukup berani, tak banyak orang mengetahui asal usul makanan ini lo. Semur jengkol terdiri atas dua kata, yaknu semur dan jengkol. Dalam bahasa Belanda, semur berasal dari kata “smoor” yang kerap diartikan sebagai teknik memasak dengan api kecil dalam waktu yang cukup lama hingga dagingnya empuk. 

Bagi masyarakat Betawi, semur jengkol tentu bukanlah makanan langka. Nyaris setiap pedagang nasi uduk selalu menyiapkan menu andalan satu ini. Penasaran muasal semur jengkol Betawi seperti apa?

Jengkol di Mata Masyarakat Betawi

Jengkol merupakan salah satu jenis tanaman khas wilayah tropis Asia Tenggara, seperti di Indonesia, Thailand, Malaysia hingga Myanmar. Tak ayal jika di negara-negara inilah jengkol dimasak menjadi berbagai varian masakan, seperti halnya semur. 

Konon perjalanan semur jengkol sangat unik berasal dari interaksi antara warga pribumi dengan warga Eropa.

Melansir laman encyclopedia.jakarta-tourism.go.id, awalnya resep semur dari keluarga Belanda yang telah menetap di Indonesia. Dahulu bahan semur hanya sebatas daging sapi yang dimasak perlahan bersama tomat dan bawang.

Oleh masyarakat setempat, bahan utama daging lantas dikreasikan dengan sejumlah komoditas lain, salah satunya jengkol yang banyak tersedia di kebun-kebun pekarangan rumah.

Versi Lain Semur Jengkol

Beberapa versi menyebutkan bahwa istilah semur mengacu pada Stomerijj atau steamer yang merupakan alat masak. Dalam laman jakartakita, disebutkan bahwa pada zaman dahulu warga Belanda banyak yang memiliki asisten juru masak warga setempat. Saat itu, seorang nyonya Eropa kerap memberi perintah Stomerijj saat mengukus makanan, diduga warga pribumi menafsirkannya dengan kata Smoor atau Semur.

Buku resep tahun 1902 di Hindia Belanda berjudul Groot Nieuw Volledig Oost-Indisch Kookboek menyatakan hal senada. Buku tersebut menegaskan bahwa kata smoor yang dilafalkan sebagai semur adalah masakan yang dikembangkan di dalam dapur Indis, kaum peranakan Eropa.

Ramadani Wahyu

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.