Senibudayabetawi.com – Mengenal berbagai jenis tarian di Betawi ibarat menyelami rupa-rupa varian seni Betawi. Selalu muncul dengan kreasi baru, termasuk tari Kembang Lambang Sari, tarian yang diciptakan oleh Wiwiek Widyastuti. Tari kreasi baru Betawi yang diciptakan tahun 1999 ini terinspirasi dari lakon teater Tutur Bapak Jantuk yang berkisah tentang konflik rumah tangga.
Seni tari tak sekadar menampilkan keindahan, tapi juga salah satu cara agar nilai moral mudah dipahami generasi muda. Dengan memahami tari kreasi ini, generasi muda khususnya masyarakat Betawi akan memahami nilai moral dalam pernikahan. Sehingga nilai-nilai di dalamnya menjadi pedoman yang dipegang oleh setiap generasi.
Dalam menafsirkan tari kembang lambang sari, semua bagian memiliki hubungan antara satu dengan yang lain, tidak dapat berdiri sendiri. Ini terlihat dari sifat motif, frasa dan kalimat.
Tari kembang lambing sari juga didominasi dengan sifat sintagmatik dan sekaligus mengindikasikan bahwa tarian ini memiliki variasi gerak yang beragam, jauh dari kesan
monoton. Keberagaman gerak ini menggambarkan adanya pemikiran atau kebudayaan yang kompleks. Ini terlihat dari akar budaya masyarakat tersebut.
Tarian ini berakar dari kebudayaan Betawi. Adapun kebudayaan Betawi merupakan percampuran dari berbagai kebudayaan yang datang ke Jakarta seperti Cina, Arab,
India, Portugis, serta Jawa. Keberagaman inilah yang membuat gerak dalam tari Betawi memiliki banyak variasi.
Babak Tari Kembang Lambang Sari
Pada babak satu, gerakan yang ditampilkan pada tari ini menggambarkan mengenai keadaan Mak Jantuk ketika mengalami peristiwa talak.
Banyak gerakan lambat di awal babak ini yang secara kasat mata tergambar sebagai sebuah kesedihan, ketidakpercayaan akan peristiwa yang menimpanya. Lalu gerakan menggelengkan kepala pada kalimat gerak Selut Lambang menggambarkan bahwa Mak Jantuk menolak keputusan Pak Jantuk mengenai Talak yang dijatuhkan pada dirinya.
Babak dua dibuka dengan kalimat gerak Kembang Putes. Gerakan pada babak ini merupakan gerakan cepat dan patah-patah. Menggambarkan kepercayaan diri dari Mak Jantuk untuk rujuk kembali dengan suaminya.
Meski dalam gerakan yang ditampilkan Mak Jantuk memiliki kepercayaan diri dan ketetapan hati. Namun tak bisa dipungkiri jika Mak Jantuk juga memiliki kekhawatiran apabila ia kehilangan Pak Jantuk.
Pada babak ketiga merupakan babak yang menggambarkan proses kepasrahan dan kontemplasi diri Mak Jantuk. Ia mencoba mengintrospeksi dirinya sendiri dan cara bersikap dalam sebuah pernikahan. Gerakan banyak didominasi oleh gerakan cepat dan perubahan dinamika musik yang cukup signifikan.
Di akhir cerita antara Mak Jantuk dan Pak Jantuk digambarkan pada babak ke empat. Gerakannya cepat dan banyak mendominasi sebelum ditutup dengan gerak lambat. Dari nama kalimat gerak itu sendiri menggambarkan penyelesaian.
Rantas, Rantus, Rujuk adalah nama kalimat gerak yang menggambarkan penyelesaian. Pemilihan nama ragam mengindikasikan pada babak empat ini adalah babak penyelesaian konflik pernikahan mereka. Artinya cara penyelesaian konflik mereka adalah dengan menyelesaikan masalah- masalah yang sepele, tapi membuat konflik yang begitu besar.
Janganlah membuat masalah kecil jadi besar sampai terlontar kata pisah. Hal ini juga tergambarkan pada pantun yang dinyanyikan di awal kalimat gerak Sembah Lambang Sari.
Ramadani Wahyu