Senibudayabetawi.com – Lenong merupakan salah satu teater sandiwara rakyat Betawi yang menggunakan bahasa Indonesia dan dialek Betawi. Kesenian ini berasal dari wayang Abdul Muluk yang ada di Riau dan Sumatera Utara pada 1886. Uniknya, dalam kesenian lenong Betawi terdapat upacara ‘ungkup’ sebagai pengharapan lancarnya pertunjukkan lenong.
Lenong berkembang sejak akhir abad 19 atau awal abad 20. Tepatnya saat seni teater yang kemudian diadaptasi oleh masyarakat Betawi, seni yang sama yakni “komedi bangsawan” dan “teater Opera” yang telah ada saat itu.
Seniman Betawi Firman Muntaco menyebut bahwa revolusi dari proses teater lenong musik Gambang Kromong dan tontonan telah terjadi sejak 1920-an. Konon, pertunjukan lenong Betawi tempo dulu digunakan untuk pertunjukan ngamen, tak seperti saat ini yang digunakan untuk memeriahkan pesta.
Selanjutnya, pertunjukan lenong berlangsung di area ruang terbuka tanpa panggung. Uniknya, saat berlangsungnya pertunjukan, salah satu actor atau aktris mengitari penonton sembari meminta sumbangan sukarela. Namun, lambat laun akhirnya lenong mulai dipentaskan sesuai perkembangan zaman layaknya teater.
Upacara ‘Ungkup’ dalam Lenong Betawi
Dalam Profil Kehidupan Pemain Lenong, Ani Rostiati menyebut teater lenong juga mengenal upacara ‘ungkup’ atau ‘ngukup’ yang dilakukan menjelang magrib. Pada upacara ini ketua perkumpulan duduk di muka sajian sembari membaca doa. Usai doa, ia menghembuskan asap kemenyan dan asap rokok ke tiap sudut panggung serta perabotan music sdan menyiramkan air bunga.
Adapun doa dilakukan dalam bahasa Arab bersumber dari ayat-ayat Al-Quran. Pembacaan do aini bertujuan untuk meminta keselamatan pada Tuhan dan para leluhur yang tinggal di sekitar tempat pertunjukkan agar tak mengganggu dan marah oleh hiruk pikuk penonton. Upacara ini juga bertujuan agar pertunjukkan berjalan lancer dan tak ditinggalkan penonton dan pemain tak ada yang sakit. Ngukup bisa juga dilakukan di rumah atau di mana saja, bergantung kondisi dan situasinya.
Para seniman teater juga percaya adanya kekuatan sakti dari benda-benda yang diperoleh dengan cara gaib. Biasanya ada seniman yang menggunakan bantuan ‘susuk’ untuk menarik penonton, agar terlihat kharismatik dan cantik.
Kepercayaan Lain dalam Lenong Betawi
Setidaknya terdapat dua sudut pandang yang melihat kepercayaan berhubungan dengan lenong Betawi. Ini berawal dari para seniman Lenong Betawi itu sendiri bahwa perabotan lenong dikuasai oleh penunggu yang mempunyai kekuatan gaib. Mereka berperilaku dan diperlakukan sebagaimana layaknya manusia, hanya penunggu itu tak dapat dipandang langsung melalui kasat mata.
Adapun alat music yang penting untuk diberi ‘suguhan’ atau sesaji adalah gambang kromong dan kendang. Suguhan atau sesaji ini bertujuan agar para penunggu dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Sebab, mereka berperan dalam mengumandangkan suara merdu untuk menarik perhatian penonton.
Adapun sesaji yang diberikan berupa empat buah nampan (nyiru) yang berisi kue-kue kering, kopi pahit, kopi manis, tujuh buah gelas berisi tujuh macam rujak. Selanjutnya ada pula segelas air putih, sebakul beras, dua buah kelapa, sisir pisang, dan sebutir telur. Demikian ada pula tempat untuk membakar kemenyan atau hio, cerutu, rokok dan sebuah lisong.
Ramadani Wahyu