Dilarang Pemerintah Jepang di Indonesia, Inilah Keroncong Tugu

Dilarang Saat Kependudukan Jepang di Indonesia, Inilah Keroncong Tugu

Senibudayabetawi.com– Iramanya yang rancak membangkitkan semangat. Ya, tak seperti keroncong Solo yang iramanya lebih lembut, irama keroncong Tugu sangat khas dan rancak. Tak ayal jika musik ini bahkan sempat dilarang selama pemerintahan Jepang ke Indonesia karena berpotensi memicu pemberontakan.

Keroncong Tugu merupakan seni music tradisional Betawi dengan irama yang lekat dari pengaruh Portugis. Pengaruh ini diperoleh dari para pembawa music keroncong, yakni orang-orang yang kini merupakan penduduk Tugu keturunan Portugis.

Dalam Dinas Kebudayaan DKI Jakarta (1992) orang Tugu yaitu para tawanan perang dari daerah-daerah yang diduduki Portugis pada masa itu seperti Goa, Malabar, Coromandel, Bengal, Arakan, dan Malakka. Mereka yang telah dimerdekakan kerap disebut “Orang Portugis” oleh pribumi sebagai pembeda dan karena orang-orang ini bernaung di bawah kewibawaan Portugis.

Setelah hampir tiga setengah abad, orang-orang keturunan Portugis bercampur dengan suku bangsa lain dan pribumi seperti Belanda, Tionghoa, termasuk Sunda. Keturunan mereka disebut orang “Mestizo”. Di Tugu, tempat orang-orang tersebut bermukim lahirlah musik keroncong yang kemudian dikenal dengan Keroncong Tugu.

Semula Hiburan tapi Sempat Dilarang oleh Jepang

Keroncong Tugu awalnya bersifat hiburan semata mulai terorganisir dengan baik terhitung sejak dibentuknya Orkes Krontjong Poesaka Moresco Toegoe pada 1920.

Namun, orkes ini bubar pada masa kependudukan Jepang akibat pelarangan Jepang yang menganggap irama musik Keroncong Tugu yang rancak (cepat dan bersemangat) dapat membangkitkan pemuda dan menimbulkan pemberontakan (Kornhauser, 1978).

Setelah masa penjajahan berakhir, dibentuklah kelompok keroncong penerus yakni Krontjong Toegoe dan satu kelompok penerus lain yakni Keroncong Tugu Cafrinho. Adapun perbedaan kedua kelompok ini yakni terletak pada keluarga yang menjadi pimpinan kelompok. Krontjong Toegoe dipimpin keluarga Michiels sedangkan Krontjong Toegoe Cafrinho dipimpin keluarga Quiko.

Apabila dibandingkan dengan Keroncong jenis lain seperti di luar Betawi seperti keroncong Solo, keroncong Tugu jelas lebih unggul. Semua keistimewaan karakteristik keroncong Tugu membuat potensial dikembangkan

Keroncong Tugu yang masuk dalam wilayah Betawi pesisir karena di wilayah Kampung Tugu, Koja, Jakarta Utara dikenal karena budaya Portugisnya. Ini tak terlepas dari latar belakang Sejarah masyarakat Tugu sendiri yang merupakan tawanan-tawanan perang dari daerah yang dikuasa Portugis.

Akhir Pendudukan Portugis di Malaka

Kejatuhan Malaka pada 1641 ke tangan Belanda merupakan akhir dari pendudukan Portugis di Malaka yang kemudian menjadikan keturunan Portugis asal Benggala dan Coromandel dari Malaka sebagai tawanan perang Beladna yang ditempatkan di Kampung Bandan.

Dua puluh tahun lamanya mereka menetap di sana hingga akhirnya kurang lebih dua puluh tiga kepala keluarga (kurang lebih 150 orang) dimerdekakan oleh Belanda pada 1661 dengan syarat penghapusan nama-nama Portugis mereka dan mengubah kepercayaan dari Katolik ke Protestan. Sleanjutnya orang-orang ini dikenal dengan De Mardijkers. Dalam Ensiklopedia Jakarta, De Mardijkers pada masa itu menjadi budak belian oleh Belanda sebagai pembantu tukang-tukang Belanda dalam pembuatan meubelair.

Mardijker berasal dari bahwasa sansekerta, secara harfiah bermakna “bebas dari perbudakana” atau orang yang dimerdekakan. De mardijkers menirukan kebiasaan orang Portugis, termasuk bahasa mereka. Mereka kebanyakan tinggal berkelompok di sekitar gereja Portugis.

Tepatnya pada zaman kependudukan Jepang tahun 1942, De Mardijkers bahkan dianggap musuh Jepang karena anggapan kelompok ini berasal dari bagian Barat. Penduduk Kampung Tugu pun meninggalkan kampung mereka untuk pindah ke tempat yang lebih aman.

Hiburan Berupa Musik Keroncong

Orang-orang keturunan Portugis di Tugu banyak bercampur dengan suku bangsa lain seperti Belanda, Tionghoa, Ambon, Manado, Jawa, serta Sunda. Keturunan mereka disebut dengan orang Mestizo. Mengingat dulunya Kampung Tugu merupakan wilayah terpencil, salah satu hiburan mereka adalah music. Mereka memainkan suara khas berbunyi crong..crong.. yang bakal menjadi cikal bakal nama music Keroncong.

Mulainya, permainan music keroncong tugu dimainkan oleh 3-4 orang dengan gitar sambal menyanyikan lagu-lagu melankolik. Adapun alat music pengiringnya antara lain gitar “frounga” berukuran besar (cak) dengan ukuran kecil dengan 5 senar. Dalam perkembangan ditambah pula biola, seruling, gendang rebana, mandolin, cello, kempul dan triangle. Dasar-dasar keroncong terutama terletak pada ciri gendang yang diwujudkan lewat petikan cello dan melodinya yang terlantun lewat cak dan cuk.

Ramadani Wahyu

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.