Saat Orang Belanda Masa Kolonial Tergila-gila dengan Celana Batik di Palmerah

Saat Orang Belanda Masa Kolonial Tergila-gila dengan Celana Batik di Palmerah

Senibudayabetawi.com – Budayawan Betawi Ridwan Saidi menyebut celana batik sempat membuat orang-orang Belanda tergila-gila. Ini terjadi pada pertengahan abad ke-19 seiring perkembangan industri rumahan batik dari Palmerah hingga Karet Belakang, Setia Budi, Jakarta Selatan.

Tradisi bercelana batik yang dipakai oleh orang Belanda pada masa kolonial merupakan salah satu contoh akulturasi budaya antara Belanda dan Indonesia. Pada zaman kolonial Belanda di Indonesia, batik menjadi populer di kalangan penduduk Eropa yang tinggal di Hindia Belanda (sekarang Indonesia).

Mereka tidak hanya mengenakan batik dalam bentuk kain atau pakaian tradisional Indonesia, tetapi juga mengadopsinya dalam bentuk celana panjang yang lebih sesuai dengan gaya berpakaian Eropa.

Dalam Batavia 1740 Menyisir Jejak Betawi (2010), saat itu, celana batik bersaing dengan sarung batik bercorak plekat. Adapun ini diilhami dari motif pakaian Skotlandia. Pada saat terjadi anti-Eropa di Hindia Belanda tahun 1931, Syakh Ahmad Syurkati kelahiran Dunggala, Sudan menyeru warga Jakarta menanggalkan sarung batik plekat dan mengimbau mereka agar memakai celana batik hujan gerimis.

Ini membuat celana batik Betawi kian populer, terutama motif celana batik hujan gerimis yang selanjutnya disebut dengan celana batik bercorak Dunggala. Industri batik Palmerah hingga Karet Belakang yang memasok sebagian besar produknya ke Pasar Tanah Abang pun tumbuh pesat.

Sejarah Batik di Betawi

Dalam The Betawi Society’s Socio-Cultural Reflections In The Motif Batik Betawi sejarah batik di wilayah Betawi terkait dengan kedatangan para pengusaha batik dari pesisir pantai Jawa. Bahkan, mereka juga memperluas sentra batiknya. Periodisasi batik Betawi sudah dimulai untuk menunjukkan karakternya seiring dengan menjamurnya pembangunan dan budaya.

Ragam ekspresi motif Batik di Betawi terlihat jelas melalui sentra-sentra batik di wilayah Jakarta yang sesuai dengan karakter masing-masing. Sentra batik di daerah Cilandak, Gandaria dan Bekasi telah mengembangkan motif-motif yang berciri khas Jakarta dan Betawi. Misalnya, ondel-ondel, tanjidor, topeng, hingga monas.

Motif batik dengan keragaman visual dan warna juga mampu menunjukkan karakter masyarakat Betawi berdasarkan wilayah tempat mereka berada. Ini menarik karena dapat memperlihatkan kekayaan ragam hias dan ekspresi bahasa yang khas dari Betawi.

Ini berbeda halnya dengan fungsi batik di daerah Jawa erat kaitannya dengan cerita-cerita feodal dan simbol-simbol kerajaan atau kesultanan. Sementara  batik bagi masyarakat Betawi, lebih berfungsi sebagai barang sehari-hari. Itu artinya, bukan sebagai kain yang memiliki makna tertentu.

Ramadani Wahyu

Leave a Reply

SEKRETARIAT REDAKSI

Jl. H. Sa’abun No.20, Jati Padang, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540.