Senibudayabetawi.com – Kebiasaan memainkan musik, menyanyi dan menari kaum Hadhrami saat migrasi ke Indonesia akhir abad ke-18 menjadi titik munculnya kesenian bernafaskan Islam, termasuk tari Zafin Betawi.
Sejak di negeri asalnya, Yaman kaum Hadhrami memiliki kebiasaan bermain musik sambil menyanyi dan menari. Kebiasaan ini mereka bawa, termasuk sejak migrasi besar-besaran ke Indonesia. Untuk mengobati rasa rindu akan kampung halaman, mereka memainkan‘ud (gitar gambus) dan dumbuk (semacam gendang) yang merupakan alat musik tradisional Hadramaut.
Perasaan riang gembira membuncah saat mereka memainkan ‘ud dan dumbuk sembari mendendangkan lagu bernuansa Islam serta mulai menari-nari mengikuti alunan irama musik. Kebiasaan ini sekaligus menjadi awal perkembangan seni musik dan tari bernuansa Islami di Nusantara, termasuk tari Zafin.
Di negeri asalnya, gerak tari Zafin memiliki nama lain, yakni mazmar yang memiliki gerakan khas menitikberatkan pada kaki. Hanya saja, gerakan tari di negeri awalnya ini justru lebih sederhana dibandingkan dengan tari Zafin.
Tak hanya itu, musik iringan tarian ini juga biasanya lebih sederhana dan kadang tarian mazmar dipertunjukkan dengan properti pedang.
Tari Zafin di Indonesia
Kemunculan tari Zafin di Indonesia yang sedianya bersifat tidak sengaja tapi kian lama tumbuh dan berkembang menjadi sebuah kesenian khas. Tari Zafin di Indonesia kian meluas seiring pekembangan agama Islam, terutama setelah peran sentral wali songo untuk mendakwahkan Islam.
Di awal keberadaannya, tari Zafin berkembang terlebih dahulu di kota-kota pesisir, terutama di pulau Sumatera. Ini tak mengherankan sebab pengaruh kebudayaan Islam pertama kali di Indonesia ada pada kerajaan Samudera Pasai di pesisir pantai barat Sumatera.
Lambat laun, secara tidak langsung berdampak pula pada perkembangan seni tari Zafin yang ditandai dengan semakin banyak wilayah di pulau Indonesia yang sudah memiliki tari Zafin dengan namanya masing-masing.
Jika di Betawi tarian ini bernama tari Zafin maka di Pulau Kalimantan, Sulawesi dan Maluku justru bernama tari jepin, jepen atau jeppeng serta di Nusa Tenggara dikenal dengan dani-dana. Sementara itu di sekitar pesisir Jawa dan Madura dikenal dengan nama Zafin atau hajjir marawis.
Menariknya, ada sedikit perbedaan tari Zafin yang berkembang di berbagai daeah tersebut. Misalnya perkembangan tari Zafin di Jakarta dan di Pulau Sumatera. Jika di Sumatera perkembangan Zafin melibatkan kalangan kerajaan terlebih dahulu maka di Jakarta tarian ini berkembang langsung di kalangan rakyat.
Tari Zafin Berkembang di Jakarta
Pada awal perkembangannya di Jakarta, tari Zafin terbatas hanya ditampilkan oleh orang-orang Jakarta keturunan Arab. Tarian ini bahkan hanya dipertunjukan pada acara-acara warga keturunan Arab saja. Sementara seluruh tamu pada perayaan pesta orang keturunan Arab diwajibkan untuk menari.
Tahap selanjutnya, tari Zafin mulai dimainkan orang Betawi non Arab dan kerap kali ditampilkan pada acara hari-hari besar Islam saja, seperti Maulid Nabi Muhammad. Penampilan tari Zafin Betawi juga merupakan ungkapan perasaan gembira memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad.
Namun, pada penghujung abad ke-19 dan abad ke-20, tari Zafin sudah mulai berkembang menjadi kesenian. Tari Zafin Betawi mulai kerap dipertunjukkan sebagai cara untuk melestarikan tarian tersebut.
Meski awalnya gerakan tari Zafin Betawi sederhana, tapi lambat laun mengalami banyak penyempurnaan yang semakin kompleks. Misalnya dilengkapi berbagai kelengkapan instrumen orkes gambus yang merupakan musik pengiing tari Zafin. Instrumen yang dulunya hanya ada ‘ud dan dumbuk maka semakin lengkap dengan kemunculan marawwis.
Ramadani Wahyu