Senibudayabetawi.com – Kawasan Rawa Belong, nama wilayah yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Jakarta, khususnya bagi para pencinta bunga. Lokasi yang satu ini telah melekat erat dengan citra sebagai pusat perdagangan bunga terbesar di Asia Tenggara.
Namun, tahukah sobat senibudayabetawi.com bahwa di balik hiruk pikuk transaksi jual beli bunga di Rawa Belong menyimpan sejarah panjang.
Sejarah Singkat Rawa Belong
Sebelum menjadi surganya para penjual bunga, Rawa Belong awalnya adalah bagian dari tanah partikelir Kampung Rawa. Letaknya yang berbatasan dengan tanah partikelir Rawa Kemanggisan membuat kawasan ini memiliki karakteristik yang khas. Untuk membedakannya, penduduk setempat kemudian menyebutnya dengan nama tuannya, yakni Van Blommesterjin yang disingkat Blomen.
Nama Blomen yang berarti bunga dalam bahasa Belanda ini seolah menjadi pertanda awal dari peruntukan kawasan tersebut di masa mendatang. Seiring berjalannya waktu, Rawa Belong pun semakin dikenal sebagai tempat berkumpulnya para pedagang bunga.
Rawa Belong sebagai Sentra Perdagangan Bunga
Transformasi Rawa Belong menjadi pusat perdagangan bunga tidak lepas dari dukungan pemerintah. Pada tahun 1989, pemerintah membangun sebuah pasar yang khusus diperuntukkan bagi para pedagang bunga. Dengan luas lahan mencapai 1,3 hektar, pasar ini mampu menampung ratusan pedagang.
Rawa Belong Gudangnya Jagoan Betawi
Sudah sejak pertengahan abad ke-19 Rawa Belong dikenal sebagai gudangnya para jagoan Betawi.
“Kalau tidak adu maen pukul, ya maen judi sintir, dadu, atau sabung ayam. Pecahan uangnya berupa peser, sen, benggol (5 sen), picis (10 sen) dan setalen (25 sen),” kata Nur Ali Akbar yang akrab disapa Haji Nunung dikutip dari Batavia 1740 Menyisir Jejak Betawi.
Lebih jauh, nama pertigaan ini diambil dari nama lokasi dekat kubur batu Kampung Srengseng, Jakarta Barat yaitu Rawa Balong.
Suatu ketika seorang marsose yang sedang berdiri di pertigaan menyebut nama Rawa Belong sebagai Rawa Blong. Warga yang mendengarnya lalu menyebut pertigaan itu sebagai pertigaan Rawa Belong.
Awalnya lokasi sepanjang tidak lebih dari 25 meter ini hanya sederetan warung kopi dan penganan tempat berkumpul warga Kampung Sukabumi Ilir, Kemanggisan, Kemandoran, Palmerah, Kebon Nanas, Pos Pengumben, Joglo, Meruya, Kebon Jeruk, Srengseng dan Kampung Rawa.
Tidak jauh dari pertigaan itu, arah ke Kebayoran Lama terdapat istal (bengkel kereta dan tempat istirahat kuda). Kala itu, pertigaan ini menjadi bagian dari jalur utama delman.
Karena tempatnya strategis warga sejumlah kampung memberi alamat rumah mereka dengan alamat Rawa Belong. Harapannya agar sesampainya di pertigaan Rawa Belong, si kenalan bisa bertanya pada orang sekitar pertigaan tentang alamat warga yang dituju.
Bermula dari tempat menongkrong, pertigaan Rawa Belong kemudian berkembang menjadi arena para buaya atau jagoan Betawi. Di tempat ini pula mereka menguji dan mengembangkan kemampuan mereka hingga warga Rawa Belong kian disegani. Terlebih setelah nama Si Pitung dan maen pukul Cingkrik mencuat dan populer.
Ramadani Wahyu N.