Senibudayabetawi.com – Lakon Bapak Jantuk atau Topeng Jantuk yang berkembang di Betawi mengisahkan perjalanan yang unik dalam bahtera rumah tangga. Bagaimana tidak, lakon yang dipengaruhi kesenian Sunda ini menceritakan hubungan antara Bapak Jantuk, Mak Jantuk dan ikan peda.
Salah satu cerita topeng jantuk adalah Lakon Bapak Jantuk dimana lakon pendek yang dimainkan pada bagian paling akhir dalam sebuah pertunjukan Topeng Betawi.
Tumbuh subur di pinggiran Jakarta, lakon Bapak Jantuk sejatinya dipengaruhi oleh kesenian Sunda. Pada awalnya kesenian ini berkembang di pinggiran Jakarta pada pertengahan abad 19 melalui pertunjukkan keliling kampung.
Dalam laman Kemdikbud, cerita Bapak Jantuk menceritakan tentang seorang Bapak Jantuk yang riang gembira sembari menimang anaknya. Namun, kegembiraan itu tak berlanjut saat ia merasa lapar. Bagaimana tidak, Bapak Jantuk merasa kecewa sebab lauk kesukaannya yaitu totok (kepala) ikan peda hilang dicuri kucing.
Kekecewaan tersebut ia lampiaskan pada istrinya, Mak Jantuk. Tidak terima dengan perlakuan tersebut, Mak Jantuk bertengkar dengan Bapak Jantuk dan berakhir perceraian. Hidup sebagai duda membuat Bapak Jantuk sadar akan kelemahan dan kekurangannya.
Secercah cahaya tiba atas saran mertua Bapak Jantuk yang mengajak rujuk Mak Jantuk. Akhirnya Mak Jantuk bersedia untuk rujuk dan mereka hidup rukun kembali.
Makna Jantuk
Secara harafiah, jantuk artinya spontan dan tangkas dalam berdialog. Adapun pengertian kata jantuk dalam pertunjukan teater tradisional Topeng Betawi adalah dialog atau obrolan dua orang atau lebih yang dilakukan secara spontan, tangkas, dan ringkas.
Dalam konteks ini berarti dialog yang dilakukan dua orang atau lebih dalam sebuah pertunjukan teater tradisional Betawi dengan spontan, tangkas, dan ringkas (maksudnya tidak bertele-tele).
Ramadani Wahyu