Senibudayabetawi.com – Publik semakin familiar maraknya penggunaan aksesoris kalung pelengkap busana yakni cukin di kalangan pejabat dan calon gubernur dan wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta. Ini menyusul perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta pada 27 November 2024. Nah, sobat senibudayabetawi.com apa itu cukin?
Cukin merupakan sebutan orang Betawi untuk kain berupa syal yang dikalungkan di leher. Biasanya cukin digunakan sebagai aksesoris pelengkap baju sadariah. Selain warnanya yang cerah, motif cukin pun berbagai macam, mulai dari ondel-ondel, tumpal, hingga gigi balang. Ukuran cukin biasanya sekitar 1.35 sentimeter x 40 sentimeter.
Cukin Lekat dengan Tradisi Para Jago Kuntao Tionghoa
Dalam Maen Pukulan Pencak Silat Khas Betawi, G.J Nawi menyebut keberadaan cukin lekat dengan pengaruh tradisi dan kebiasaan para jago-jago kuntao Tionghoa yang tinggal di Betawi, utamanya di Kampung Dadap dan Cina Benteng. Ini berawal dari budaya dan adat kebiasaan gaya berpakaian orang Tionghoa.
Cara berpakaian orang Tionghoa yakni memakai baju tui khim dan celana phang si. Sementara penggunaan kain ciu kin yang kerap dikenakan di leher para jago kuntao peranakan Tionghoa.
Cukin Penanda Jago Maen Pukulan
Penggunaan ciu kin atau cukin pada masyarakat Tionghoa di Kampung Dadap khususnya dan Cina Benteng Tangerang umumnya mempunyai makna tersendiri. Cukin yang dikalungkan di leher sebagai penanda yang bersangkutan memiliki kemampuan maen pukulan atau terkait dunia maen pukulan seperti jago dan centeng.
Merambah pada Kesenian Cokek
Tradisi penggunaan cukin ini selanjutnya menular pada kesenian Cokek. Adapun para wayang (pemainnya) mengalungkan selendang ke leher lelaki (jago maen pukulan, tauke, dan cukong yang banyak uang) yang ingin turun plesir (berjoget).
Para jago dan centeng di Kampung Dadap dan Cina Benteng suka cokek. Oleh karena itu, mengalungkan selendang ke leher lelaki dalam kesenian cokek disebut dengan “nge-jago”.
Ramadani Wahyu