Senibudayabetawi.com – Pernahkah sobat senibudayabetawi.com mendengar tentang tradisi menanam kepala kambing sebagai bagian dari budaya masyarakat Betawi? Di Jakarta Timur, tepatnya di kawasan Pondok Ranggon, tradisi unik ini masih dilestarikan dalam acara Hajatan Kramat Ganceng. Apa makna di balik tradisi ini?
Hajat Bumi Kramat Ganceng atau akrab disebut Pesta Ganceng masih bertahan di Jakarta. Perpaduan unik antara tradisi budaya Betawi, Sunda dan Islam ini digelar sebagai ucapan rasa syukur atas hasil panen yang diperoleh warga Pondok Ranggon. Dilihat dari konteksnya, tempo dulu orang Betawi menggantungkan hidupnya dari bertani, berkebun, produksi kerajinan tangan hingga memberikan jasa pelayanan seperti kusir sado.
Tradisi Hajat Bumi Kramat Ganceng ini diadakan setiap bulan haji atau bulan Dzulhijjah menurut kalender Islam. Diketahui selama ini pondok Ranggon idenik dengan pemakaman terbesar di Jakarta dan juga pemakaman bagi korban tragedi 1998.
Sementara alasan penyebutan istilah Hajat Bumi Kramat Ganceng ini karena acarara ini dipusatkan di sebuah makam yang dianggap kramat yang dahulunya dijaga oleh bapak Ganceng atau biasa disebut Oyot Ganceng.
Kepercayaan dan Mitos Tradisi Hajat Bumi Kramat Ganceng
Bagi sebagian orang Betawi, tradisi Hajat Bumi Kramat Ganceng masih lekat dengan mitos-mitos yang dipercayai oleh masyarakat sekitar. Bahkan, jika Hajat Bumi tidak digelar maka akan terjadi bencana dan malapetaka yang menimpa warga kampung Pondok Ranggon.
Namun, saat ini Tadisi Hajat Bumi Kramat Ganceng telah mengalami perubahan yang memicu perubahan makna. Adapun saat ini tradisi ini sudah tidak lagi bertujuan menghindari bencana tapi sebagai ajang hiburan bagi masyarakat secara lebih luas.
Hajat Bumi Kramat Ganceng ini memiliki acaa ritual di dalamnya yang tergolong budaya yang sudah langka. Misalnya, ngarak sesaji atau hasil bumi dan kepala kambing untuk ditanam di perbatasan dan pertengahan kampung di wilayah Pondok Ranggon.
Sebagian besar masyarakat meyakini bahwa menanam kepala kambing merupakan simbol dari penanda batas wilayah yang terkait dengan kepercayaan bahwa tempat-tempat tertentu mempunyai kekuatan spiritual. Versi lain menyebut bahwa kegiatan menanam kepala kambing diartikan sebagai bentuk pengorbanan.
Ramadani Wahyu
Foto: Antara