Sarnadi Adam tak pernah mengira goresan sketsa berupa gambar kepala manusia pada tanah becek semasa kecilnya abadi menginspirasi hidupnya.
Kenangan indah itulah yang kemudian menjadikan titik awal kesadaran sekaligus kecintaannya terhadap kampung halaman, Simprug—Tanah Betawi yang selalu di hati.
Jauh sebelum Sarnadi Adam diakui sebagai pelukis Betawi, tak ada nama Betawi dalam peta lukis geografis di Indonesia. Dibanding Yogyakarta dan Bali, misalnya yang telah melahirkan banyak pelukis dengan corak dan tema yang kuat dan khas.
Namun, pada tahun 1978, seniman sekaligus pengajar seni rupa di Universitas Negeri Jakarta (1978) ini secara konsisten melukis tentang Betawi.
Di tengah maraknya seniman urban, ia mampu membuktikan bahwa Betawi memiliki corak dan tema yang tak kalah kuat. Betawi dikenal memiliki nilai artistik yang bisa diungkapkan dalam seni lukis secara maksimal.
“Saya melihat Betawi sangat kaya dan beragam mulai dari seni pertunjukan, musik, dan tariannya–akulturasi berbagai bangsa yang tidak habis divisualisasikan dalam seni lukis,” kata dia kepada senibudayabetawi.com, Jumat (6/2).
Tak hanya tema-tema tentang seni Betawi, perupa berusia 64 tahun ini juga menggambarkan kehidupan sosial masyarakat Betawi.
Misalnya, sambung dia bagaimana silaturahmi kental yang terbangun pada masyarakat Betawi mulai dari kegiatan makan di warung nasi uduk hingga acara kondangan.
“Saat kondangan, mereka berjalan beriringan dengan pakaian yang cerah, seperti kuning, hijau, biru. Saya berangkat dari kehidupan sosial mereka,” kata dia.
Baca Juga: Merekam Betawi melalui Nada dan Rupa
Setia pada Tradisi Betawi
Secara teknis, ciri khas lukisan Betawi yaitu mampu menciptakan bentuk dan warna-warna yang cerah. Warna-warna yang spesifik merupakan cerminan dari karakteristik kehidupan orang Betawi.
Selera ini juga diminati oleh pecinta seni dari mancanegara. Tak ayal jika lelaki kehiran 27 Agustus 1956 ini sering kali menggelar pameran ke luar negeri, seperti Belanda, Swiss, China, hingga Amerika.
Beberapa pameran tunggalnya di luar negeri, diantaranya di Amsterdam dan Swiss tahun 2002, pameran tunggal di Thailand (Kedutaan Besar RI) tahun 2006, dan Den Haag, Netherland pada tahun 2009.
Dalam pencarian proses kreatifnya itu, pelukis yang juga akademis bergelar doktor ini pernah berbagai bentuk kontemporer-modern. Mulai dari realis, ekspresionis, abstrak. Kemudian pada tahun 1984, ia lebih memilih dekoratif nostalgis.
Sebagai seniman yang terus mengeksplor banyak hal, ia tak bisa hanya berhenti pada satu bentuk. Itu artinya, perubahannya bersifat personal seiring curahan hati sang pelukis.
Namun, Sarnadi mengaku akan setia pada tradisi Betawi— ‘rumah’ yang tak pernah gagal membesarkan namanya.
“Saya tak akan lari dari seni budaya Betawi. Karena itu rumah saya, dan tak ingin rumah ini kosong. Jadi harus diisi,” ujarnya.
Demikian pula kesetiannya untuk merawat Betawi hingga penghujung akhir hayatnya. Tentu, di usianya yang tak lagi muda itu, ia juga tengah berjuang menyiapkan kader-kader penerusnya. Agar seni lukis Betawi tak punah.
“Tidak peduli apakah dia Betawi atau bukan. Asal yang penting ia mau melukis tentang Betawi,” kata lulusan Institut Seni Indonesia Yogyakarta ini.
Hikmah Pandemi
Saat ditemui tim senibudayabetawi.com, terlihat di depan rumah Sarnadi Adam terpampang sebuah lukisan besar yang belum selesai.
Sosok-sosok perempuan berselendang ala penari cokek tengah berjalan beriringan. Ya, itu merupakan salah satu karya yang ia garap di tengah kondisi pandemi COVID-19.
Pandemi COVID-19 memang memaksa adanya pembatasan hingga nihilnya semua kegiatan para pelaku seni. Namun, di tengah kondisi ini, Sarnadi Adam justru semakin produktif berkarya karena banyaknya waktu bekerja di rumah. Adanya pembatasan rupanya justru memberikan hikmah tersendiri bagi pelukis kawakan ini.
Adapun sejak hampir satu tahun pandemi COVID-19 melanda Indonesia, ia mengaku telah menghasilkan 15 karya. Sementara di awal tahun 2021 ini, ia telah membuat tiga lukisan.
“Justru semakin produktif karena sekarang mengajar juga dari rumah. Jadi semakin banyak waktu di rumah,” kata dia.
Sarnadi Adam merupakan pelukis Betawi kawakan yang telah akrab dengan Seni Budaya Betawi. Beberapa penghargaan yang ia peroleh diantaranya The Best Indonesian Professional of The Year 2000, The Exclusive Figure in Asia, dari Wakil Presiden RI tahun 2003, Satya Lencana Karya Satya XXX dari Presiden Republik Indonesia tahun 2017, serta Jelajah Seni Rupa Nusantara tahun 2019. admin.
[…] Baca Juga: Sarnadi Adam ‘Seni Budaya Betawi Adalah Rumah Saya’ […]